SuaraSurakarta.id - Zakat fitrah merupakan rukun Islam keempat yang wajib dilakukan umat muslim setelah berpuasa Ramadan.
Saat ini, membayar zakat fitrah telah dimudahkan dengan adanya pengumpulan uang virtual dengan besaran sesuai dengan syariat.
Sebab, besaran zakat fitrah sendiri telah diatur, yakni berupa makanan pokok sebesar 1 sha’. Dalam konteks Indonesia, maka zakat fitrah dilakukan dengan beras dengan konversi 1 sha’ menjadi sekitar 2,7 sampai 3 kilogram. Namun, bolehkah zakat fitrah menggunakan uang?
Terkait dengan hal tersebut, K.H Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha memberikan penjelasan terperinci sesuai dengan beberapa pendapat mazhab dan kitab-kitab Fiqih lainnya. Selama ini, di Indonesia melaksanakan zakat sesuai dengan pendapat Imam Syafi'i.
Baca Juga:Tarawih Sebaiknya Tidak Dilakukan Full Satu Bulan? Begini Penjelasan Gus Baha
“Ada qaul-qaul (kitab) Muin yang tidak mungkin kita ikuti dalam konteks di Indonesia, misalnya zakat. Zakat itu harus berupa beras, tapi Abu Hanifah bilang boleh pakai Dinar, macam-macam,” ungkap Gus.
Lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan bahwa Abu Hanifat justru mengatakan bahwa zakat dengan uang itu lebih baik. Sebab, selain beras, manusia juga membutuhkan uang untuk kebutuhan sehari-hari.
Untuk memberikan ilustrasi, Gus Baha kemudian menceritakan pengalamannya ketika merantau di Yogyakarta. Menurutnya, kisahnya ini bisa menjadi kisah tahadust bin ni’mah, yakni amalan yang diceritakan terhadap saudara dengan tujuan agar dapat meniru dan melakukan hal serupa.
“Saya, sejak miskin zaman merantau di Jogja, ini boleh kalian tiru. Saya waktu susah, belum pernah zakat tidak menggunakan uang. Saya masih mengalami, pertama kuat itu zakat 3 kilo sekarang 5 kilo. Itu pasti saya kasih uang,” tutur Gus Baha.
Ulama asal Rembang itu mengungkapkan bahwa meskipun hanya Rp10 ribu, akan tetapi hal itu pasti dilakukan. Hal itu dikarenakan Gus Baha mau menghargai dua pendapat ulama terdahulu mengenai pelaksanaan zakat tersebut.
Baca Juga:Jaga Sinergitas Dengan Tokoh Agama, Kapolda Jateng Kunjungi Sejumlah Ulama Rembang
“Intiqal (perpindahan) jadi duit itu intiqal Hanafi, kok tidak menghargai Imam Syafi'i. Tapi kalau beras saja, saya tahu orang butuhnya itu belanja, beras sudah punya banyak. Jadi, gini Mbah Imam Syafi'i, saya tetap ikut Anda, tapi realistis, akhirnya ya beras, ya duit,” ungkapnya.
Sebab, menurut Imam Syafi'i, zakat yang dikonversi menjadi uang itu tidak diperbolehkan. Zakat (menurut Imam Syafi'i) yang boleh dikonversi dengan uang itu adalah Zakat Tijaroh (dagang).
Oleh karena itu, Gus Baha mengatakan bahwa kitab-kitab seperti I’anah dan Tarsyihul Mustafiddin itu menolong untuk memudahkan dan tidak memberatkan umat muslim dalam menjalankan syariat.
“Karena beliau pasti bikin alternatif. Apalagi (kitab) Tarsyih itu kan yang mengarang (tahun) 1300 berapa gitu, sudah modern. Oh, qaul itu terlalu berat, umat itu tidak usah begitu, rusak umatnya. Dibuat gampang saja,” ujar Gus Baha.
Kontributor : Dinnatul Lailiyah