Budi Arista Romadhoni
Kamis, 20 November 2025 | 08:40 WIB
Makanan atau kuliner Khas Solo. [ChatGPT]
Baca 10 detik
  • Dapur Keraton Surakarta menyimpan beragam hidangan bangsawan yang kini hampir punah, di mana beberapa resep masih dirawat oleh keturunan abdi dalem juru masak istana.
  • Nasi Jemblung menampilkan kolaborasi rasa Jawa dan Belanda, sementara Lodoh Pindang era Pakubuwono X menunjukkan kompleksitas rempah yang melambangkan kemewahan budaya Jawa.
  • Versi asli Selat Solo Keraton, Garang Asem yang lebih *creamy*, dan Brongkos yang lebih pekat menggambarkan filosofi serta teknik memasak elegan yang kini sulit ditemukan.

SuaraSurakarta.id - Keraton Surakarta sedang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini. Bukan hanya karena dinamika dua versi raja yang berjalan berdampingan, tetapi juga karena semakin banyak orang menoleh kembali pada sisi lain Keraton yang jarang tersorot: warisan kuliner para bangsawan.

Di balik riuhnya perebutan legitimasi dan ritual Watu Gilang, dapur Keraton menyimpan kisah yang sama berwarnanya.

Hidangan-hidangan yang dulu hanya disajikan untuk raja, tamu kehormatan, dan ningrat, kini justru nyaris hilang dari ingatan masyarakat.

Beberapa makanan kuno itu masih berhasil dirawat oleh segelintir keluarga keturunan abdi dalem dan juru masak Keraton.

Dari tangan merekalah cita rasa masa lalu tetap hidup hingga sekarang. Berikut adalah 5 kuliner langka Keraton Surakarta yang lezat, penuh filosofi, dan hampir punah sebagaimana dikutip dari YouTube dan sumber-sumber lainnya.

1. Nasi Jemblung

Makanan khas Keraton yang satu ini mungkin terdengar sederhana, tapi rasa dan penampilannya jelas mencerminkan keanggunan dapur bangsawan.

Nasi Jemblung dibuat dari nasi yang dipadatkan hingga membentuk bulatan besar, lalu bagian tengahnya dibuat cekung untuk menampung kuah.

Kuahnya bukan kuah biasa, melainkan irisan lidah sapi empuk dengan gaya masakan Belanda yang masuk ke dapur Keraton pada masa kolonial.

Baca Juga: KGPH Mangkubumi Dinobatkan PB XIV, Kubu PB XIV Purboyo Bakal Tempuh Jalur Hukum

Kolaborasi Jawa–Belanda ini tercatat dalam dokumentasi keluarga Nina Akbar Tanjung, salah satu pewaris juru masak Keraton yang masih menyajikan hidangan ini hingga kini. 

Rasanya gurih, pekat, dan mewah. Anak muda yang mencobanya menggambarkan sensasinya seperti “merasakan makanan eksklusif yang dulu hanya untuk raja.”

2. Lodoh Pindang

Jika Nasi Jemblung adalah hidangan elegan yang kalem, maka Lodoh Pindang adalah saudara tuanya yang kaya rempah dan sangat kompleks. Menu ini berasal dari zaman Pakubuwono X, raja yang memerintah di akhir 1800-an hingga awal 1900-an. Lodoh Pindang disajikan dalam berbagai momen penting dan menjadi salah satu favorit sang raja.

Hidangan ini terdiri dari telur, perkedel, sosis solo, dan berbagai rempah yang dimasak dalam kuah pindang gelap yang aromatik. Tingkat kompleksitas rempahnya membuat banyak orang mengaitkannya dengan simbol kemewahan dalam budaya Jawa.

Nina Akbar Tanjung juga mencatat bahwa hidangan ini semakin sulit ditemukan karena prosesnya rumit dan membutuhkan banyak bahan yang tidak murah. Tetapi ketika tersaji, rasa hangat dan wangi rempahnya langsung membawa imajinasi pada masa kejayaan Keraton. 

Load More