- Dampak mental jauh melebihi beban finansial
- Berbohong sebagai usaha menyelamatkan harga diri dan menghindari pemaluan
- Tekanan sosial dan stigma sebagai pemicu utama keputusasaan
SuaraSurakarta.id - Tekanan utang pinjaman online (pinjol) kembali memakan korban. Bukan karena teror debt collector atau bunga mencekik, melainkan akibat tekanan psikologis yang membuat seseorang nekat berbohong bahkan kepada keluarganya sendiri.
Peristiwa ini dialami FJV (21), pemuda asal Kecamatan Grogol, yang merekayasa cerita seolah menjadi korban begal demi menutupi kebohongan dari ibunya.
Kasus tersebut terungkap setelah VM (41), ibu kandung FJV, melapor ke Polsek Baki bahwa sepeda motor milik anaknya dirampas kawanan begal saat melintas di jalan persawahan Dukuh Teplok, Desa Mancasan, Selasa (23/9) dini hari.
Kabar dugaan pembegalan tersebut sempat membuat resah warga sekitar, khawatir kawanan pelaku kejahatan jalanan mulai berkeliaran kembali. Namun hasil penyelidikan kepolisian justru menunjukkan fakta berbeda.
Baca Juga:Polemik Kasus Pinjol di UIN Raden Mas Said Surakarta, Dema Sebut Pernyataan Rektor Bohong
Kapolsek Baki IPTU Sri Widodo, mewakili Kapolres Sukoharjo AKBP Anggaito Hadi Prabowo, menjelaskan bahwa tim gabungan Polsek Baki dan Resmob Polres Sukoharjo segera melakukan penyelidikan di lokasi.
"Dari hasil olah tempat kejadian perkara, tim tidak menemukan bukti yang menguatkan adanya tindak pidana begal. CCTV di sekitar lokasi nihil, tidak ada saksi mata, dan hasil pemeriksaan medis menyatakan yang bersangkutan tidak mengalami luka sedikit pun," kata dia, Kamis (25/9/2025).
Saat diinterogasi ulang, FJV akhirnya mengakui telah menjual motor Yamaha Xeon bernomor polisi AD 5189 OF yang sebelumnya disebut sebagai hasil perampasan.
Motor tersebut dijual melalui Marketplace Facebook kepada TM (31), warga Bulakan, Sukoharjo Kota, dengan harga Rp1,5 juta.
Transaksi dilakukan hanya bermodalkan STNK, karena BPKB kendaraan masih dijadikan agunan pinjaman. Uang hasil penjualan kemudian digunakan untuk membayar tagihan pinjol yang menjeratnya.
Baca Juga:Dema UIN Raden Mas Said Surakarta Jamin Kerahasiaan Data Maba yang Sudah Registrasi
"Demi menghindari kemarahan ibunya, FJV lalu membuat cerita seolah-olah menjadi korban pembegalan. Korban sesungguhnya dalam kasus ini justru ibunya sendiri," tambah IPTU Sri Widodo.
VM yang awalnya panik dan percaya bahwa anaknya menjadi korban kejahatan jalanan, akhirnya tak kuasa menahan kekecewaan setelah kebenaran terungkap.
Meski demikian, ia memilih tidak menempuh jalur hukum terhadap anaknya. Polisi kemudian meminta FJV membuat surat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatannya, yang disaksikan langsung oleh ibunya.
Kapolsek menegaskan kasus ini menjadi pelajaran berharga bahwa jeratan pinjaman online dapat memicu tekanan psikologis serius hingga membuat seseorang kehilangan akal sehat.
"Yang terjadi bukan pembegalan, melainkan laporan palsu. Kami mengimbau masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan layanan pinjaman online dan tidak mudah mempercayai isu yang belum tentu benar," tegas IPTU Sri Widodo.