Jejak Kolonial di Kota Solo: Mengungkap Sejarah Panjang GPIB Penabur

Dulu GPIB Penabur bernama Indische Kerk atau Solo Gere Former Dekerk.

Ronald Seger Prabowo
Jum'at, 06 Desember 2024 | 13:28 WIB
Jejak Kolonial di Kota Solo: Mengungkap Sejarah Panjang GPIB Penabur
Suasana di halaman GPIB Penabur Solo, Jumat (6/12/2024). [Suara.com/Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat atau GPIB Penabur Solo merupakan salah satu gereja tertua di Kota Solo.

GPIB Penabur, yang lokasinya berada di Jalan Jenderal Sudirman atau di depan Benteng Vastenburg dan pemukiman warga Eropa di Loji Wetan ini dibangun tahun 1832 pada pemerintah Hindia Belanda atau selesai Perang Jawa 1825-1830. 

Dulu GPIB Penabur bernama Indische Kerk atau Solo Gere Former Dekerk. Gereja ini bisa dikatakan merupakan gereja pertama di Kota Solo. 

Meski sudah berusia 192 tahun, namun GPIB Penabur baru dinyatakan sebagai Cagar Budaya tingkat kota pada 2024 ini. Untuk pengajuan sebagai cagar budaya tahun 2017 lalu.

Baca Juga:Sindiran Pedas Usai RAPBD Kota Solo 2025 Gagal Disahkan, Eks Legislatif Buka Suara

"Gereja ini dibangun 1832," terang Sekretaris Panitia Pembangunan Perbaikan Atap Gereja, Neftali Saekoko saat ditemui, Jumat (6/12/2024).

Menurutnya gereja ini dibangun masa Pemerintah Hindia Belanda dan dipakai untuk beribadah para tentara Belanda yang ada di Benteng Vastenburg.

Pada masa itu dirasa kondisi sekitar sudah cukup aman, kemudian dibangun gereja untuk tempat beribadah. Sebelum gereja ini dibangun, ibadah orang-orang Eropa dilaksanakan di dalam benteng.  

"Yang pertama beribadah di sini itu para tentara Belanda dan keluarga yang bertempat tinggal di dalam Benteng Vastenburg. Jadi ini dibangun saat Pemerintah Hindia Belanda sudah merasa aman kondisi di luar benteng," katanya.

Kemudian tahun berjalan tidak hanya tentara Belanda dan keluarga yang beribadah di geraja ini tapi juga masyarakat sekitar. Bahkan jemaah gereja lain juga ikut beribadah di gereja sini, mereka pinjam gereja buat beribadah.

Baca Juga:Astaga! RAPBD Kota Solo 2025 Gagal Disahkan, Dampak Polemik PDIP vs KIM Plus?

"Lama-lama masyarakat sekitar juga ikut beribadah di gereja ini hingga sekarang," sambung dia.

Banjir Kota Solo

GPIB Penabur ini selain untuk peribadatan umat Kristen juga awalnya dipakai umat Katolik sebelum Gereja Katolik Purbayan berdiri.

Neftali mengatakan bangunan gereja saat sudah banyak berubah tidak seperti dulu lagi. Kenapa ini berubah, karena saat Kota Solo terjadi banjir besar tahun 1966 banyak bangunan rusak.

"Yang rusak itu bangunan di bagian depan, kursi-kursi hanyut sampai di Tugu Jam Pasar Gede. Sehingga kemudian dilakukan restorasi," ujarnya.

Bangunan yang dari dulu masih bertahan hingga sekarang itu dari mimbar hingga bangunan bagian belakang. Bahkan lantai di bagian belakang masih dipertahankan, itu lantai asli dari dulu.

"Kalau yang masih bertahan itu dari mimbar sampai gedung bagian belakang. Jendela masih asli, kursi, lantai juga asli dari dulu serta lonceng juga," imbuh dia.

GPIB Penabur ini pernah mengalami beberapa kali restorasi besar. Pertama tahun 1907, itu masih pemerintahan Hindia Belanda.

Lalu tahun 1966 saat Solo terjadi banjir besar dan terakhir pada tahun 1976 dan selesai 1978, sehingga bentuk depannya seperti saat ini.

"Ada tiba kali sebetulnya sudah dilakukan restorasi besar dari awal gereja ini dibangun," jelasnya.

Keunikan GPIB Penabur ini, terdapat lonceng gereja yang dari dulu masih bertahan. Dulu Belanda memesan dua lonceng identik, lonceng pertama diserahkan dan digunakan di Keraton Kasunanan Surakarta, sedangkan satunya ada di GPIB Penabur.

"Lonceng itu ada sejak awal gereja berdiri, dulu ditempatkan dibawah terus saat direnovasi diletakan di menara gereja. Itu selalu dibunyikan setiap ibadah di hari minggu saja," paparnya.

"Kenapa dibunyikan, sebagai ajakan atau panggilan jamaah untuk beribadah. Dibunyikan sebelum pukul 08.00 WIB," tutur dia.

Kontributor : Ari Welianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak