Banjir Kota Solo
GPIB Penabur ini selain untuk peribadatan umat Kristen juga awalnya dipakai umat Katolik sebelum Gereja Katolik Purbayan berdiri.
Neftali mengatakan bangunan gereja saat sudah banyak berubah tidak seperti dulu lagi. Kenapa ini berubah, karena saat Kota Solo terjadi banjir besar tahun 1966 banyak bangunan rusak.
"Yang rusak itu bangunan di bagian depan, kursi-kursi hanyut sampai di Tugu Jam Pasar Gede. Sehingga kemudian dilakukan restorasi," ujarnya.
Baca Juga:Sindiran Pedas Usai RAPBD Kota Solo 2025 Gagal Disahkan, Eks Legislatif Buka Suara
Bangunan yang dari dulu masih bertahan hingga sekarang itu dari mimbar hingga bangunan bagian belakang. Bahkan lantai di bagian belakang masih dipertahankan, itu lantai asli dari dulu.
"Kalau yang masih bertahan itu dari mimbar sampai gedung bagian belakang. Jendela masih asli, kursi, lantai juga asli dari dulu serta lonceng juga," imbuh dia.
GPIB Penabur ini pernah mengalami beberapa kali restorasi besar. Pertama tahun 1907, itu masih pemerintahan Hindia Belanda.
Lalu tahun 1966 saat Solo terjadi banjir besar dan terakhir pada tahun 1976 dan selesai 1978, sehingga bentuk depannya seperti saat ini.
"Ada tiba kali sebetulnya sudah dilakukan restorasi besar dari awal gereja ini dibangun," jelasnya.
Baca Juga:Astaga! RAPBD Kota Solo 2025 Gagal Disahkan, Dampak Polemik PDIP vs KIM Plus?
Keunikan GPIB Penabur ini, terdapat lonceng gereja yang dari dulu masih bertahan. Dulu Belanda memesan dua lonceng identik, lonceng pertama diserahkan dan digunakan di Keraton Kasunanan Surakarta, sedangkan satunya ada di GPIB Penabur.