SuaraSurakarta.id - Pengadilan Negeri (PN) Solo melakukan eksekusi pembukaan pintu utama Kori Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo, Kamis (8/8/2024).
Langkah itu dilakukan usai Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan eksekusi, meski dalam beberapa kali kesempatan permohonan penggugat tidak dapat diterima.
Keputusan eksekusi ini merupakan perintah Undang-Undang (UU) dengan perkara Nomor: 13/PEN.PDT/EKS/2023/PN Skt jo Nomor: 87/Pdt.G/2019/PN.Skt Jo Nomor: 545/Pdt/2020/PT.Smg Jo Nomor: 1950 K/Pdt/2020.
Lalu, apa itu Kori Kamandungan?
Baca Juga:Dulu Nyaris Roboh, Kini Ndalem Sasana Mulyo Keraton Solo Bak 'Lahir Kembali' dan Berdiri Tegak
Melansir laman Surakarta.go.id, Kori Kamandungan merupakan bangunan cagar budaya yang sarat akan makna dan sejarah dalam keberadaannya.
Dibangun sejak masa pemerintahan S.I.S.K Susuhunan Pakubuwono II, Kori Kamandungan ini kemudian diperindah oleh Pakubuwono IV pada tanggal 10 Oktober 1819, namun sayangnya tak sampai selesai karena Pakubuwono IV wafat.
![Prosesi eksekusi pembukaan pintu kori kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta oleh PN Solo, Kamis (8/8/2024). [Suara.com/Ari Welianto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/08/08/22782-kori-kamandungan-keraton-solo.jpg)
Demi menyempurnakan kori ini, kemudian pembangunannya dilanjutkan oleh Pakubuwono V hingga IX dan disempurnakan oleh Pakubuwono X.
Terbagi ke dalam 3 bagian yaitu kiri, tengah, dan kanan, Kori Kamandungan memiliki bentuk Kupu Tarung dan dapur Semar Tinandu. Pada bagian kiri dan kanan berbentuk melengkung di atas pintu, pada masing-masing kori tersebut memiliki lebar yang berbeda.
Bagian kiri memiliki lebar 2,10 meter, bagian tengah berukuran 2,67 meter, dan bagian kanan berukuran 2,30 meter. Bangunannya yang besar menunjukkan bahwa raja dan keraton sarat akan kewibawaan, keagungan, dan kemegahan yang tersimpan di dalamnya.
Baca Juga:Mengungkap Makna Kerbau Bule Kyai Slamet Keraton Solo, Maskot Resmi Peparnas 2024 di Solo
Hal menarik lainnya yang terdapat pada bangunan ini yaitu adanya pahatan senjata keris berwarangka ladrang gaya Solo yang berada tepat di atas pintu Kamandungan dan terpatri diantara lambang Keraton Kasunanan.
Selain itu, terpasangnya cermin besar di Kori Kemandungan, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Tak hanya semata-mata di pasang untuk bercermin saja, namun ada makna yang tersirat dibalik pemasangannya.
Secara lahiriah, adanya cermin besar tersebut bermaksud agar siapapun yang hendak memasuki kawasan istana, hendaknya berhenti sejenak untuk bercermin dan mengoreksi diri apakah penampilannya sudah rapi dan pantas untuk masuk.
Sedangkan, secara batiniah, adanya cermin besar ini sekaligus sebagai pengingat bahwa dalam bertindak dan bertingkah laku hendaknya selalu bercermin terlebih dahulu sebagai sarana menjaga kesucian hati.
Hal ini sejalan dengan ungkapan mulat sariro hangroso wani yang berarti dalam berperilaku dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari perlu dikoreksi apakah sudah pantas, bersih, dan rapi sebelum menghadap kepada Sang Pencipta.
Selayaknya diri yang juga harus mampu mengoreksi diri terlebih dahulu saat tiba di Kori Kemandungan sebelum memasuki Keraton Kasunanan.