SuaraSurakarta.id - Fenomena cuaca panas mulai dirasakan sejak awal Mei 2024 di Indonesia berpotensi menghambat tenaga medis memberikan layanan kesehatan pada masyarakat. Kenapa hal itu terjadi?
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) Prof. Tjandra Yoga Aditama mengatakan suhu panas yang terjadi di berbagai negara juga terjadi di Indonesia. Hal itu tentu akan membuat sesorang berpotensi mengalami dehidrasi hingga gangguan kesehatan yang lain.
"Banyak dibicarakan tentang suhu panas di berbagai negara sekarang ini, ini juga mungkin akan melanda negara kita," kata Prof Tjandra dikutip dari ANTARA pada Selasa (7/5/2024).
Prof Tjandra mengatakan cuaca panas dapat membuat seseorang mudah mengalami kelelahan akibat kekurangan cairan tubuh (dehidrasi). Hal tersebut juga dapat dirasakan oleh tenaga medis di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) meski sedang bertugas di dalam gedung.
Baca Juga:Cerita dari Kamboja Part 2: Terjebak Badai di Tanah Gersang Phnom Penh
Akibatnya, terdapat potensi masyarakat jadi lebih telantar dalam hal mengakses layanan kesehatan. Dampak lain akibat cuaca panas yakni adanya kemungkinan kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan di tempat kerja terjadi lebih sering.
Menurutnya, dehidrasi saat cuaca panas bisa dipicu oleh ketersediaan air bersih yang terbatas, serta makanan yang dikonsumsi tidak tercuci dengan bersih.
“Makanya terjadi berbagai penyakit akibat konsumsi makanan kotor, mulai dari diare sampai keracunan makanan (yang berlaku bagi semua orang),” ujarnya.
Selain dehidrasi, dampak cuaca panas bagi kesehatan yang secara umum dapat dirasakan yakni kejang otot (heat cramp), kelelahan berlebihan (heat exhaustion) bahkan serangan panas (heat stroke) dalam bentuk gangguan neurologik.
Di sisi lain fenomena ini dapat memperburuk keadaan pada orang yang mengalami sakit kronik atau masalah kesehatan sebelumnya.
“Penyakit mereka dapat jadi makin memburuk kalau dilanda cuaca panas yang tinggi,” ucap Tjandra.
- 1
- 2