SuaraSurakarta.id - Kamboja bisa dikatakan sukses besar dalam penyelenggaraan ASEAN Para Games 2023.
Meski minim prestasi karena hanya finish di posisi ke-8 di klasemen akhir, namun mereka jadi tuan rumah yang cukup fenomenal, bahkan bisa dikatakan spektakuler dalam hal entertainment.
Apalagi, mayoritas cabang olahraga (cabor) dipertandingan dan dilombakan di kawasan Morodok Techo National Sports Complex, plus jadi satu dengan wisma atlet.
Kondisi itu memudahkan mobilitas kontingen khususnya atlet untuk bertanding, sekaligus meminimalisir kendala yang harus dihadapi ribuan atlet dari 11 negara yang berpartisipasi.
Baca Juga:Mbak Rara 'Pawang Hujan' Ramal Peluang Kaesang Pangarep di Pilkada Depok, Bakal Menang Atau Kalah?
Satu-satunya tantangan utama yang dihadapi kontingen Indonesia mulai dari kedatangan hingga kepulangan ke Tanah Air adalah suhu cuaca yang begitu panas.
"Jangan lupa bawa sunblock sama baju panjang bro. Dijamin panas sekali di sana," ungkap Alvino Hanafi, salah satu jurnalis Indonesia peliput SEA Games 2023, beberapa hari jelang keberangkatan Suara.com ke Kamboja.
Suara.com yang kebetulan meliput langsung multievent terbesar se Asia Tenggara bagi atlet disabilitas merasakan sendiri tantangan itu.
Suhu rata-rata di Phnom Penh mencapai 37 hingga 38 derajat, atau jauh lebih panas dibanding Kota Solo yang rata-rata maksima 33 derajat.
Bahkan saat tengah malam pukul 00.00 WIB, cuaca di Phnom Penh masih menyentuh angka rata-rata 28 derajat.
Baca Juga:Sambut Kontingen ASEAN Para Games 2023, Puan Bangga RI Hattrick Juara Umum
"Cuaca panas seperti ini biasa sampai bulan enam. Setelah ini baru masuk musim hujan sampai akhir tahun," ucap salah satu warga, Khov Sivdavi.
Meski panas menyengat, bukan berarti wilayah Phnom Penh dan sekitarnya tak pernah diguyur hujan. Bahkan menjelang opening ceremony, 3 Juni lalu, kawasan Morodok Techo National Sports Complex diguyur hujan deras sekitar satu jam.
Suara.com bahkan sempat terjebak hujan badai saat hendak menuju Youth Federation Hall, lokasi pertandingan cabor blind di distrik Chroy Changvar, Phnom Penh.
Mengendarai sepeda motor sewaan, hujan deras tiba-tiba turun saat jarak ke venue hanya tinggal sekitar 500 meter. Tak hanya hujan biasa, namun badai disertai angin kencang.
Apesnya, suasana kota kawasan itu tampak tak ada lagi pepohonan sebagai peneduh, di kanan kiri jalan. Beruntung, kami menemukan klenteng kecil untuk berteduh.
Namun, minimnya pepohonan membuat angin kencang begitu 'mudah' menerjang kawasan itu. Bahkan tempat berteduh kami hanya di bawah tangga klenteng dengan ukuran sekitar 1x1 meter.
"Ini satu-satunya tempat untuk berteduh. Lha meh piye meneh (Mau bagaimana lagi)," ucap Budi, salah satu jurnalis yang kebetulan turut meliput.
Meski badai hanya berlangsung sekitar 15 menit, namun hujan deras mengguyur kawasan itu kurang lebh 1 jam. Lokasi berteduh yang tak memungkinkan lagi memaksa Suara.com nekat menerjang hujan untuk mencari tempat berlindung lainnya hingga hujan reda. (Lanjut part 3)