SuaraSurakarta.id - PT Sri Rejeki Isman Tbk atau PT Sritex, nama yang pernah begitu harum di industri tekstil Indonesia, kini tinggal kenangan.
Perusahaan yang berdiri lebih dari lima dekade ini resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024.
Bagaimana perjalanan Sritex, dari awal berdirinya hingga akhirnya tumbang?
Sejarah PT Sritex
Kisah Sritex dimulai dari Pasar Klewer, Solo, di tahun 1966. H.M. Lukminto merintis usaha perdagangan tekstil kecil yang kemudian berkembang menjadi salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia.
Sritex tak berhenti di perdagangan. Mereka membangun pabrik cetak pada tahun 1968 dan merambah ke sektor tenun pada tahun 1982. Nama Sritex semakin dikenal dunia ketika mereka menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan Angkatan Bersenjata Jerman pada tahun 1994.
Krisis moneter 1998 yang meluluhlantakkan banyak perusahaan justru menjadi momentum bagi Sritex untuk berkembang lebih pesat. Pertumbuhannya bahkan mencapai delapan kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kejayaan dan Akhir Masa PT Sritex
Sritex mencapai puncak kejayaannya dengan melantai di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013 dengan kode saham SRIL. Langkah ini semakin mengukuhkan Sritex sebagai raksasa industri tekstil nasional.
Baca Juga: Polres Sukoharjo Ungkap Kasus Narkoba, Dua Pelaku dan Sabu Berhasil Diamankan
Sayangnya, kejayaan Sritex tak bertahan lama. Masalah keuangan mulai muncul pada tahun 2021, ditandai dengan suspensi saham akibat keterlambatan pembayaran utang.
Sritex gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang berdasarkan putusan homologasi pada Januari 2022. Utang yang menumpuk, diperparah dengan persaingan global, pandemi Covid-19, dan perang Rusia-Ukraina, akhirnya membawa Sritex pada putusan pailit pada 21 Oktober 2024.
Putusan ini juga menyeret perusahaan afiliasi Sritex, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, yang turut dinyatakan lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada PT Indo Bharat Rayon.
Kisah Sritex menjadi pelajaran berharga bagi dunia bisnis. Kejayaan masa lalu tak menjamin keberlangsungan di masa depan. Adaptasi terhadap perubahan, manajemen keuangan yang prudent, dan strategi bisnis yang tepat menjadi kunci untuk bertahan di tengah dinamika ekonomi global yang penuh tantangan.
Kepailitan Sritex juga meninggalkan dampak signifikan bagi ribuan buruh yang terdampak PHK, menjadi pengingat akan konsekuensi nyata dari kegagalan sebuah perusahaan.
Kontributor : Dinar Oktarini
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Kompetisi Menulis dari AXIS Belum Usai, Gemakan #SuaraParaJuara dan Dapatkan Hadiah
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
Pilihan
-
Evakuasi Ponpes Al-Khoziny: Nihil Tanda Kehidupan, Alat Berat Dikerahkan Diirigi Tangis
-
Statistik Brutal Dean James: Bek Timnas Indonesia Jadi Pahlawan Go Ahead Eagles di Liga Europa
-
Harga Emas Antam Stagnan, Hari Ini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
-
Poin-poin Utama UU BUMN: Resmi Disahkan DPR RI, Selamat Tinggal Kementerian BUMN
-
LPS soal Indeks Situasi Saat Ini: Orang Miskin RI Mengelus Dada
Terkini
-
Iriana Jokowi Ulang Tahun, Anies Baswedan hingga Erick Thohir Kirim Karangan Bunga
-
Wali Kota Solo Silaturahmi ke Habib Alwi Masjid Riyadh, Perkuat Sinergi Umaro dan Ulama
-
Momen Hari Batik di Solo: Bentangan Kain Batik Terbesar Berukuran 20 x 7 Meter
-
Nasib Miris BTC Solo: Dulu Pengunjung Sampai Berjubel, Sekarang Sepi dan Banyak Kios Tutup
-
Kuasa Hukum Tersangka Dugaan Korupsi Drainase Stadion Manahan Ajukan Pra Peradilan