SuaraSurakarta.id - Pemkot Solo melakukan perlawanan terhadap putusan di tingkat PK yang sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap) terkait lahan Sriwedari.
Upaya ini dilakukan untuk menyelamatkan dua lahan milik Pemkot yang masuk dalam wilayah yang akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Solo.
"Kami memperjuangkan supaya tanah Sriwedari tetap menjadi milik rakyat. Kami melawan putusan-putusan yang sudah dinyatakan inkrah oleh PN Pengadilan Tinggi (PT), Kasasi dan PK," ungkap kuasa hukum Pemkot, Wahyu Winarto.
Wahyu mengatakan, Pemkot masih mempunyai peluang untuk mempertahankan sebagian obyek yang akan disita oleh PN Solo.
Pasalnya, ada obyek lain yang selama ini tidak masuk dalam perkara yang bergulir selama ini.
"Kami menyatakan diri masih mempunyai peluang, karena sebagian obyek yang hendak dieksekusi oleh PN Solo ada obyek lain yang masih menjadi milik Pemkot Solo, yaitu HP 26 dan HP 46 yang selama ini tidak pernah disentuh oleh perkara-perkara itu," jelasnya.
Dengan adanya dua obyek tersebut, tambah Wahyu, menjadi pintu masuk bagi Pemkot untuk mempertahankan lahan Sriwedari yang selama ini sudah dimenangkan oleh ahli waris Wiryodiningrat.
"Jadi kami entry pointnya masuk dari HP 26 dan HP 46, sehingga kami mengajukan derden verzet (perlawanan dari pihak ketiga)," papar dia.
Berdasarkan persidangan yang sudah digelar di PN Solo, Selasa (25/5/2021), Wahyu mengatakan, saksi ahli menjelaskan bahwa Dersen Verzet bisa digunakan untuk melawan putusan yang sudah inkrah.
Baca Juga: Jelang Mudik Lebaran, Pemkot Solo Siapkan 200 Tempat Tidur untuk Karantina
"Jadi saksi ahli menyatakan bahwa derden verzet satu-satunya untuk melawan putusan yang sudah inkrah. Menurut saksi ahli putusan yang sudah inkrah itu dinyatakan non eksekutabel atau tidak bisa dieksekusi karena ada kesalahan di obyek," urainya.
Kuasa Hukum Pemkot itu juga menyampaikan, dalam persidangan, pihaknya mampu membuktikan bahwa keberadaan dua obyek milik Pemkot yakni HP 26 dan HP 46 tidak pernah masuk dalam perkara selama ini.
"Itu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat tidak pernah dibatalkan tidak pernah tersangkut dalam perkara apapun. Baik perkara yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, intinya itu," kata Wahyu.
Wahyu menjelaskan, HP 26 merupakan lahan bekas Rumah Sakit Jiwa Mangunjayan, yang sebelumnya merupakan lahan HP 8 yakni milik kementerian kesehatan yang sudah ditukar guling.
Sedangkan HP 46 sebelumnya merupakan lahan HGB 73 atas nama Bank Pasar. Meskipun saat ini Bank Pasar sudah tidak ada, tetapi HGB itu masih tetap atas nama Perusda tersebut.
"Kalau benar-benar dilakukan eksekusi akan merugikan hak Pemkot yang lain. Tidak bisa dieksekusi, semua hak-hak pemkot katut semua," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Kritik Bank Dunia ke BUMN: Jago Dominasi Tapi Produktivitasnya Kalah Sama Swasta!
-
Harga Emas Naik Berturut-turut! Antam Tembus Rp 2,399 Juta di Pegadaian, Rekor Tertinggi
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
Terkini
-
ULAS dan Posyandu Plus di Solo Kini Bisa Diakses Lewat Aplikasi GoPay
-
KNPI Nilai MBG Jadi Momentum Strategis Tekan Stunting dan Bangun Budaya Sehat
-
Revitalisasi Benteng Keraton Kartasura: Batu Bata Khusus, Dikerjakan dengan Teknik Gosok
-
Kader PSI Dapat Arahan dari Jokowi di Bali, Ini Komentar Astrid Widayani
-
PNM Hadirkan Ruang Tumbuh dan Silaturahmi UMKM di PFL 2025