Sejarah Panjang Grebeg Sudiro, Tradisi Imlek Khas Kota Solo

Rencananya, sebanyak 5.000 kue keranjang gratis dibagikan kepada masyarakat.

Ronald Seger Prabowo
Rabu, 15 Januari 2025 | 11:18 WIB
Sejarah Panjang Grebeg Sudiro, Tradisi Imlek Khas Kota Solo

SuaraSurakarta.id - Pemkot Solo kembali menggelar event wisata Grebeg Sudiro untuk menyambut Imlek. Acara utama akan digelar di Pasar Gede pada Minggu (26/1/2025) pukul 13.00 WIB.

Rencananya, sebanyak 5.000 kue keranjang gratis dibagikan kepada masyarakat.

Tema Grebeg Sudiro 2025 adalah Harmony In Diversity. Rangkaian acara meliputi Umbul Mantram di Sudiroprajan pada 16 Januari pukul 18.00 WIB, Karnaval Budaya di Pasar Gede pada 26 Januari pukul 13.00 WIB, dan panggung Semarak Harmony serta pesta kembang api pada 13 Januari.

Bazaar Potensi dan UMKM berlangsung di Pasar Gede dari 17 hingga 31 Januari pukul 18.00-22.00 WIB, sementara Wisata Perahu di Kali Pepe diadakan pada waktu yang sama, pukul 17.00-22.00 WIB.

Baca Juga:Kabar Gembira! KA Tambahan dari Solo Mulai Dioperasikan Akhir Januari

Dengan kemeriahan acara yang semakin besar, Grebeg Sudiro menjadi momen penting yang telah berlangsung lama. Untuk lebih memahami makna acara ini, mari kita lihat sejarah dan latar belakang Grebeg Sudiro yang memiliki peran penting dalam menjalin kerukunan antar etnis di Solo.

Sejarah Grebeg Sudiro

Grebeg Sudiro adalah tradisi yang mencerminkan perpaduan budaya Jawa dan Tionghoa, dimulai pada tahun 2007 di Sudiroprajan, Solo. Tradisi ini bertujuan untuk mempererat hubungan antar etnis di daerah tersebut.

Inisiator acara ini antara lain Oei Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya, yang mendapat dukungan penuh dari pihak kelurahan, budayawan, tokoh masyarakat, dan LSM setempat. Dukungan tersebut membuat acara ini dapat terus dilaksanakan dan berkembang setiap tahun.

Meskipun baru berlangsung beberapa tahun, Grebeg Sudiro sudah menjadi simbol kerukunan antar etnis. Acara ini muncul dari keinginan untuk mengangkat nama Sudiroprajan, yang juga terinspirasi oleh tradisi Kampung Sewu.

Baca Juga:BPOM Uji Kandungan Makanan Program Makan Bergizi Gratis di Solo, Begini Hasilnya!

Tujuan utama dari Grebeg Sudiro adalah untuk menyatukan warga Tionghoa dan Jawa di Sudiroprajan, yang dikenal dengan kerukunan antar etnis dan budaya yang erat.

Setiap tahunnya, Grebeg Sudiro mengusung tema berbeda dan mendapat pengakuan sebagai acara tahunan dari Pemerintah Kota Solo.

Selain itu, Grebeg Sudiro juga berhasil memperkenalkan Sudiroprajan kepada masyarakat luas melalui kreativitas warga dalam membuat kerajinan, manik-manik, lampion, dan menyajikan makanan khas Tionghoa. Ini berdampak positif terhadap perekonomian setempat dan semakin mempererat persatuan dalam keragaman.

Kata Grebeg berasal dari tradisi Jawa yang merujuk pada perayaan dan rasa syukur atas peristiwa penting, sementara Sudiro diambil dari nama Kampung Sudiroprajan, yang berada di sekitar Pasar Gede.

Awalnya, Grebeg Sudiro digelar untuk memperingati ulang tahun Pasar Gede Hardjonagoro. Acara ini melibatkan dua kegiatan utama: sedekah bumi dan kirab budaya.

Sedekah bumi adalah ungkapan rasa syukur dari pedagang Pasar Gede dan masyarakat sekitar, sedangkan kirab budaya menampilkan kebersamaan antara etnis Jawa dan Tionghoa dengan tarian tradisional serta pertunjukan Liong dan Barongsai.

Kelurahan Sudiroprajan, yang terletak di Kecamatan Jebres, juga dikenal sebagai Kampung Pecinan, karena banyak dihuni oleh etnis Tionghoa. Wilayah ini meliputi Kampung Kepanjen, Balong, Mijen, Ngampil, Samaan, Ketandan, Limolasan, dan Balong Lengkong, yang semuanya mencerminkan keragaman budaya yang ada di dalam Grebeg Sudiro.

Kontributor : Dinar Oktarini

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini