SuaraSurakarta.id - Manajemen dan buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Sukoharjo merasa syok dan kaget saat keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi terkait putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Semarang.
PT Sritex mengklaim, dari sisi hukum dan upaya yang dilakukan oleh kuasa hukum perusahaan tersebut sudah kuat.
"Kita cukup syok dengan keputusan MA yang menolak permohonan kita. Karena kita melihat dari sisi hukum sudah cukup kuat, kita tidak paham penilaian hakim agung itu kok malah menguatkan dari putusan PN Semarang, ini kan semata-mata ada keberpihakan dengan satu pihak," terang Direktur Utama PT Sritex Tbk, Iwan Kurniawan saat ditemui, Jumat (20/12/2024) sore.
Menurutnya kalau melihat kasus ini dari 20 kreditur yang ada di PT Sritex ini hanya satu yang bermasalah.
Baca Juga:Selamatkan PT Sritex Sukoharjo, Komisi VII DPR RI Sepakat Bakal Revisi UU Kepailitan
Ini selalu ditanyakan PT Sritex tidak ada niat bayar atau, ada kelalaian bayar supplier ini, kedepannya juga nanti tidak pasti tidak bisa bayar.
"Tanggapan kita dengan puluhan supplier dengan perbankan pun selama ini juga lancar, kalau kita misalnya ada masalah ya pasti mereka yang akan lebih dulu mempailitkan kita dari pada indo barat ini yang nilainya hanya 0,4 persen dari nilai semuanya. Jadi saya tidak paham kenapa yang porsi yang selama ini lancar dengan yang lainnya ini tidak jadi satu pertimbangan juga untuk kita ini masih mampu untuk melanjutkan kalau kita balik lagi ke homologasi," paparnya.
"Itu yang agak syok dan menyesal ya, cara pandang, sudut pandangnya hakim agung kok lain," lanjut dia.
Iwan mengaku sudah melakukan melakukan komunikasi dengan pihak Indo Barat awal November 2024 kemarin.
Iwan pun ada yang lucu, waktu PT Sritex dipailitkan mungkin satu atau dua minggu setelah keputusan menemui
prinsipal indo barat, presiden direkturnya dan orang keuangan yg ditugaskan mengenai kasus ini.
Baca Juga:Bahan Baku PT Sritex Menipis, Jumlah Karyawan yang Dirumahkan Bakal Bertambah
"Lucunya mereka ngomong sebenarnya intensi dari Indo barat itu tidak untuk mempailitkan, malah bingung saya. Kita bisa ke homologasi dibayar kembali, saya juga bingung mereka ini PMA, mereka memang perusahaan India dan yang ditugaskan disini direktur utama dan direktur keuangan orang-orang India," paparnya.
"Jadi kemarin itu kira melihat sepertinya mereka tidak full memahami apa yg telah dilakukan oleh kuasa hukum mereka, ini yg juga kita sampaikan dan ini salah satu mungkin juga pelajaran bagi mereka. Mereka terlalu percaya ke kuasa hukum dan tidak mengecek secara keseluruhan mengenai apa yang akan mereka kerjakan, mereka merasa tidak mau kita pailit, mereka merasa kita kembali ke homologasi saja," jelas dia.
PT Sritex pun akan melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) setelah dilakukan konsolidasi internal. Karena semangat untuk keberlanjutan usaha ini dan mengikuti aspirasi seluruh karyawan yang menginginkan tetap bisa bekerja.
"Ini sedang kami susun untuk PKnya termasuk bukti baru dan alasan baru. Harapan kita bisa sesegera nya luncurkan PK ini, karena memang ini menjadi satu kesempatan terakhir kita untuk bisa memperjuangkan keberlangsungan usaha perusahaan ini," ungkapnya.
Sementara itu Koordinator Serikat Pekerja se-Sritex Group, Slamet Kaswanto mengatakan harapan buruh bahwa Going Concern itu tetap harus dijalankan.
Maka pada saat inisiatif kurator itu seakan-akan tidak inisiatif melakukan going concern, maka harapan satu-satunya di keputusan kasasi di MA.
"Tapi kenyataannya apa yang sudah diputuskan oleh MA itu membuat buruh syok juga. Dikalangan buruh itu kalau melihat media yang berkembang, jadi kasasi Sritex ditolak maka pailit menjadi inkrah," sambung dia.
Menurutnya ini menjadi bayang-bayang yang sangat mencekam bagi buruh. Di mana pemerintah yang diharapkan melalui MA untuk mengambil keputusan dengan mengabulkan pembatalan pailit tidak juga terjadi.
"Tentunya kita sangat kecewa dan ini sudah disampaikan ke manajemen. Tapi manajemen tetap berkomitmen akan melakukan upaya hukum, yakni PK dan itu akan kita dukung penuh," tandasnya.
Kontributor : Ari Welianto