SuaraSurakarta.id - Wakil Ketua komandan Relawan TKN Prabowo-Gibran, Roy Maningkas mengomentari situasi Jokowi bersama PDIP dalam beberapa waktu terakhir.
Apalagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang sejatinya kader PDIP justru maju sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Roy Maningkas menilai, langkah PDIP menempatkan Jokowi sebagai petugas partai sejak awal menjabat Wali Kota Solo merupakan kesalahan besar. Alih-alih menempatkan sebagai partner.
"Kehadiran Jokowi di PDIP itu, seperti air di tengah padang pasir. Kondisi PDI-P saat itu tengah terpuruk. Artinya, banyak pemilih baru ataupun pemilih PDIP yang sudah mulai ragum" kata Roy kepada wartawan di Solo, Jumat (24/11/2023).
"Namun Jokowi di PDIP menambah jumlah pemilih baru dan meyakinkan pemilih lama untuk tetap mendukung partai berlambang banteng tersebut," tambah dia.
Menurutnya, hubungan PDIP dengan Jokowi merupakan mutuall benefit, atau saling menguntungkan satu dengan yang lain.
"Artinya Pak Jokowi bukan datang dengan tangan kosong," tegas dia.
Mantan Sekretaris PDIP Sulawesi Utara 1999-2004 tersebut menambahkan, partai yang dinahkodai Megawati itu lalai memposisikan Jokowi layaknya sebagai partner.
Sebagai contoh, PDIP tidak menempatkan Jokowi dalam struktural partai dan hanya anggota biasa partai. Dari awal, Jokowi bukanlah kader idiologis melainkan strategic partner.
Baca Juga:Tak Terima Anies Baswedan Kritik Pembangunan IKN, Gibran Beri Balasan Menohok
"Ini beda dengan kami-kami yang sejak tahun 1980 SMA orde baru sudah jadi kader ideologis partai PDI, dan sejak mahasiswa sudah mengerti gerakan mahasisma dengan pemahaman Marhenis, mungkin kalau kami-kami bolehlah dibilang petugas partai," jelas ketua dewan pembina TIM 8 Prabowo Subianto itu.
Sejak menjabat sebagai Wali Kota Solo hingga jadi Presiden, lanjut Roy, Jokowi diperlakuan oleh sebagian besar oknum di pimpinan PDIP, dengan sebutan petugas partai dan beragam kalimat yang mengkerdikan peran dan kontribusi Jokowi.
Dari data perolehan suara, sejak kehadiran Jokowi suara PDI-P melesat cepat. Tahun 2009 perolehan suara PDI-P mencapai 14, 88 juta suara.
Di tahun 2014, melesat menjadi 23, 67 juta suara. Dan, di tahun 2019 menjadi 27,05 juta suara. Tak dapat dipungkiri, melesatnya suara PDI-P itu dikarenakan Jokowi Effect.
"Apakah PDI-P masih akan bertahan seperti sekarang ini, kalau tidak ada faktor Jokowi? Jujur saja, jika dari awal Jokowi tidak memberi manfaat bagi PDIP pasti beliau sudah ditendang keluar dari partai," tandas Roy, yang juga salah satu pendiri Bara JP, relawan pertama yg dibentuk untuk Jokowi Presiden 2014.
Ditegaskan, banyak oknum PDIP menuding bahwa Jokowi tidak memiliki kontribusi untuk internal mereka.
Faktanya, rakyat memilih PDIP lantaran kontribusi dari Jokowi. Hingga, berimbas pada kemengan dua periode berturut-turut setelah sebelumnya PDIP hanya menjadi oposisi selama 10 tahun. Itu dapat dilihat, dari kekalahan PDI-P dalam pemilihan Presiden setelah menempatkan Megawati sebagai Capres.
"Bu Mega saja yang punya partai 2 kali kalah Pilpres tahun 2004 dan 2009 di era rakyat memilih langsung. Artinya rakyat sebagai pemilik suara menjadikan Jokowi sebagai pertimbangan utama untuk memilih Presiden dan kemudian PDIP sebagai partai pendukungnya," ungkap Roy.
Oleh karena itu, wajar jika akhirnya Jokowi melakukan langkah-langkah baru untuk menjamin melanjutkan program dan visi besarnya sebagai presiden.
Disinggung mengenai sosok Jokowi, Roy mengaku, sosok asli Wong Solo itu dinilai sabar luar biasa. Meski dihina dan direndahkan, sebagai Presiden, tetap mencoba untuk menjaga hubungan dengan partainya. Namun, tentunya Jokowi berpikir lebih jauh untuk bangsa dan negara dibandingkan kepentingan segelintir kelompok semata.
Apalagi, Jokowi telah memiliki pengalaman dua periode menjabat sebagai presiden. Tentunya, dia memiliki bekal untuk merespon keadaan tersebut.
"Saya pernah menganalisa kenapa masih banyak program dan filosofi Revolusi Mental Jokowi bawa belum maksimal. Salah satunya karena beliau tidak punya 'kapal induk' atau partai yang benar-benar mendukung dan memberikan memberikan kewenangan kepadanya sebagai presiden,' ungkap Roy.
Bergabungnya Gibran dengan Prabowo dalam Pilpres mendatang, kata Roy, merupakan salah satu bentuk keyakinan Jokowi terhadap suara rakyat. Bahwa sesungguhnya rakyat yang akan menentukan arah kemajuan Indonesia ke depan.
"Sebagai warga negara yang kebetulan saat ini menjabat presiden, Jokowi juga punya hak untuk menjalankan strateginya memajukan Indonesia. Dengan membebaskan Gibran sebagai cawapres Koalisi Indonesia Maju (KIM), Jokowi juga ingin membuktikan bahwa daulat rakyat tetap terjaga," pungkas dia.