SuaraSurakarta.id - Islam menjadi agama yang banyak dianut oleh masyarakat Solo. Fakta ini tidak bisa terlepas dari peran Ki Ageng Henis yang merupakan ulama penyebar agama Islam di Solo dan membangun kampung sentra batik di Laweyan.
Ki Ageng Henis mempunyai torehan sejarah yang manis untuk Kota Solo. Pasalnya ulama ini sangat berkontribusi bagi syiar agama Islam di kota tersebut sejak zaman dahulu yang membuat Solo menjadi kota yang religius.
Sehingga amat sangat menarik untuk mengenal lebih jauh mengenai sosok Ki Ageng Henis dan kiprahnya untuk melakukan penyebaran agama Islam di Solo.
Baca Juga:Sejarah Arseto Solo, Klub Legendaris Milik Anak Presiden Soeharto yang Pernah Tembus Champions Asia
Tahun lahir Ki Ageng Henis tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan sekitar tahun 1520-an. Pria bernama asli Bagus Henis ini adalah putra dari Ki Ageng Sela, seorang tokoh penting dalam Kerajaan Mataram.
Ki Ageng Henis menghabiskan masa kecilnya di Desa Sela, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Sejak usia dini, dirinya sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa dan ketertarikannya pada dunia spiritual.
Kemudian Bagus Henis berguru kepada sejumlah ulama dan tokoh spiritual, termasuk Sunan Ngerang, seorang wali yang terkenal dengan ajaran tasawufnya.
Setelah menimba ilmu selama bertahun-tahun, Ki Ageng Henis kembali ke Desa Sela dan mulai menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut.
Dirinya juga berperan penting dalam mengembangkan batik, sebuah seni tradisional Jawa yang kini menjadi salah satu warisan budaya dunia.
Baca Juga:Mengenal Sejarah Lokananta Solo, Studio Musik Tertua di Indonesia
Langkah ini bermula saat Ki Ageng Henis melakukan dakwah di Desa Laweyan, yang dahulu mayoritas penduduknya beragama hindu.
Kemudian dengan pendekatan budaya lokal Ki Ageng Henis menyiarkan agama Islam sehingga banyak orang yang menjadi hijrah atau mualaf menjadi muslim.
Di Desa Laweyan, Ki Ageng Henis juga membangun Masjid Laweyan tahun 1546, yang hingga kini masih difungsikan sebagai tempat beribadah umat Islam di Kampung Laweyan.
Selama di Laweyan, Ki Ageng Henis juga mengajarkan masyarakat disana untuk membatik.
Bahkan ulama ini sukses menciptakan motif Batik Sido Luhur, yang dalam Bahasa Jawa Sido artinya jadi atau menjadi yang bermakna harapan atas tercapainya sebuah keinginan.
Sedangkan kata Luhur merupakan kata sifat yang artinya tinggi, terhormat dan agung.
Diharapkan, setiap pemakai motif batik tersebut memiliki sifat luhur yang mencerminkan kebesaran jiwa, menjadi teladan atau panutan.
Hingga kini motif Batik Sido Luhur masih dilestarikan oleh masyarakat Solo.
Bahkan batik jenis ini kerap digunakan masyarakat Jawa untuk pasangan yang melangsungkan pernikahan, khususnya untuk malam pengantin juga tradisi mitoni atau 7 bulan kehamilan.
Kehidupan dan kontribusi Ki Ageng Henis berfungsi sebagai bukti kekuatan iman, kebijaksanaan, dan pelestarian budaya yang abadi.
Warisannya terus membentuk identitas orang Jawa, menginspirasi mereka untuk menjunjung tinggi tradisi mereka yang kaya dengan tetap menyebarkan agama Islam rahmatan lil alamin.
Kontributor : Dinar Oktarini