SuaraSurakarta.id - Indeks kepercayaan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi yang terbaru dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencapai 81,9 persen.
Survei yang menyasar 83 persen dari total populasi nasional dengan periode survei 1 – 8 Juli 2023 itu menjadikan sebagai raport 'bagus' pemerintahan Jokowi.
Hanya saja, kemonceran era Jokowi tersebut juga menyisahkan aspek hukum yang tidak bisa diabaikan sama sekali. Penegakkan hukum di masa pemerintahan Jokowi juga dinilai paling memprihatinkan.
Survei Litbang Kompas di Mei 2023 menemukan penegakkan hukum masih menjadi bidang yang nilai kepuasan publiknya paling rendah.
Tingkat apresiasi publik terhadap kinerja penegakan hukum berada di posisi keempat terendah yaitu sebesar 59 persen. Disusul bidang ekonomi (59,5 persen), politik dan keamanan (74,4 persen), dan kesejahteraan sosial (78 persen).
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Agus Riwanto mengatakan, sebagai negara hukum Indonesia masih dibayang-bayangi oleh kekuatan para pemilik modal.
Baca Juga:Melenceng dari Tujuan Awal, Pemerintah Pertimbangkan Hapus Sistem Zonasi PPDB
"Lahirnya PP Nomor 28 Tahun 2022 adalah wujud dari keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan kapitalistik. Oleh karena itu PP Nomor 28 Tahun 2022 bisa diajukan uji materi untuk mengetahui keabsahan pembentukannya," ujar Agus dalam Diskusi Hukum bertema 'Memperteguh Komitmen Penegakkan Hukum di Indonesia : Membedah Konstruksi Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2022 dari Aspek Hukum dan Kebijakan Publik' di Solo, Kamis (10/8/2023 .
Sementara itu Pengamat kebijakan publik dari Universitas Slamet Riyadi, Farco Siswiyanto Raharjo mengatakan PP Nomor 28 Tahun 2022 sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.
Harusnya, penerbitan PP tersebut melibatkan berbagai instansi terkait dengan memperhatikan akuntabilitas, profesional, integritas, dan rekam jejak para pembuat kebijakan.
"PP Nomor 28 Tahun 2022 dari aspek kebijakan publik sangat condong pada kepentingan investasi dan pengusaha ketimbang nilai keadilan yang hakiki," ungkap Farco.
Dari beberapa pasal yang ada di PP Nomor 28 Tahun 2022 seperti pasal 1 tentang pihak yang memperoleh hak dan kualifikasi penanggung utang bertentangan dengan UU No. 49 Prp 1960 tentang PUPN, KUH Perdata dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Pasal 38 Ayat (1) PP No 28/2022 tentang Pengalihan Hak Secara Paksa begitu Bertentangan dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM serta UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Pasal 77 PP No. 28/2022 tentang upaya hukum sangat 'kontra' dengan UU No 39/1999 tentang HAM yakni yang mengajukan proses hukum dan peradilan merupakan hak setiap individu dalam rangka menjamin dan mempertahankan hak-hak konstitusional.
Jika ini terjadi, maka kesimpulannya PP No 28/2022 sangat menutup akses terhadap keadilan atau access to justice.
Baca Juga:Kala Jokowi Klaim Proyek IKN Jadi yang Terbesar Dunia, Bagus di Brosur tapi Sepi Investor