SuaraSurakarta.id - Perayaan sekaten di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat resmi dimulai dengan ditabuhnya dua gamelan, yakni Kyai Guntur Madu dan Nyai Guntur Sari, Sabtu (1/10/2022).
Pada perayaan sekaten tersebut terdapat sejumlah pedagang yang menjadi simbol sekaten.
Pedagang tersebut meliputi, pedagang telun asin, kinang yang isinya bako, injet, suruh, dan gambir. Ada juga yang jualan kapal-kapalan, hingga pecut yang banyak diburu warga.
Kebanyakan pedagang tersebut berasal dari luar Solo, seperti Sukoharjo, Boyolali, hingga Sragen. Mereka pun hanya berjualan selama perayaan sekaten mulai gamelan sekaten ditabuh hingga satu minggu kedepan.
Baca Juga:Terjunkan 100 Pasukan di Pasar Malam Sekaten, Wakapolresta Solo: Pelaku Kriminal Bakal Kami Sikat!
Sedangkan untuk kegiatan sehari-hari bermacam-macam, ada yang jadi buruh, petani hingga ibu rumah tangga.
Mereka kebanyakan sudah berjualan dagangan tradisi sekaten sudah puluhan tahun hingga sekarang.
"Sudah lama sekali jualan di sekaten," ujar salah satu pedagang, Tuminah (71) saat ditemui, Selasa (4/10/2022).
Sehari-harinya, Tuminah bekerja sebagai buruh di sawah. Tapi saat perayaan sekaten, ia beralih sebagai pedagang telur asin dan kinang.
"Sehari-harinya saya buruh. Jualan telur asin dan kinang ini hanya pas sekaten saja," kata perempuan asal Boyolali ini.
Baca Juga:Banjir Keluhan Parkir dan Pengamen hingga Disemprot Gibran, Panitia Pasar Malam Sekaten Buka Suara
Biasanya, ia berjualan di bangsal tempat ditaruhnya gamelan sekaten Kyai Guntur Madu di halaman Masjid Agung Surakarta.
"Dari sana naik bis bareng-bareng dengan yang lainnya. Sama juga, mereka jualan saat sekaten saja," sambungnya.
Kenapa hanya berjualan pas perayaan sekaten, ia ingin mendapatkan berkah mengingat ini yang menyelenggarakan dari Keraton Kasunanan Surakarta.
"Ingin mencari berkah dari keraton. Datang ke sini pas gamelan keluar dari keraton dan ditabuh," kata dia.
Tuminah, menjual satu buah telur asin seharga Rp 3.000, sedangkan kinang itu Rp 5.000 dapat tiga buah.
Biasanya setelah gamelan ditabuh banyak warga yang membeli. Kalau beli kinang langsung dikunyah saat itu juga, ada juga yang dibawa pulang termasuk telur asin juga.
"Kinang ini dikunyah langsung, katanya biar awet muda," imbuhnya.
Ia pun merasa senang bisa berjualan lagi di perayaan sekaten ini. Karena selama dua tahun kemarin tidak ada sekaten gara-gara pandemi.
"Senang bisa jualan lagi. Jualan sambil nglalap berkah dari sekaten," tutur dia.
Hal senada juga disampaikan pedagang lain, Mari (65) yang berjualan telur dan kinang sudah puluhan tahun.
"Sehari-hari saya jualan nasi, jenang dan ketan di rumah. Jualan telur asin dan kinang hanya pas sekaten saja," ungkap warga Baki, Sukoharjo ini.
Menurutnya, kalau bulan maulud itu telur asin itu disebut amal, sedangkan kinang dikunyah biar awet muda. Kalau untuk telur asin kalau bahasa jawanya endhog amal, jadi itu amalnya.
"Ada itu ada maknanya. Tapi saya tidak tahu secara detailnya," ucap dia.
Ia rencana jualan di sini selama satu minggu atau sampai gamelan sekaten tidak ditabuh lagi. Bahkan rencana tidak pulang tidur di sini.
Untuk penghasilan yang didapat tidak menentu dalam satu hari. Kadang dapat Rp 100 ribu, kadang kurang dan lebih juga.
"Tidak menentu dapat berapa tergantung pembeli. Tapi ini ramai, apalagi setelah dua tahun ini tidak jualan karena pandemi," terangnya.
Sementara itu Tafsir Anom Keraton Solo, KRT Muhtarom mengatakan kinang itu salah satu tradisi sekaten yang memiliki makna Islam itu memiliki rukun Islam.
Rukun Islam itu ada lima, kinang itu terdiri dari suruh. Suruh melambangkan dua kalimat syahadat, gambir melambangkan shalat.
Ada injet adalah puasa, susur itu zakat dan kembang kantil itu haji.
"Empat unsur itu pahit semua. Kalau semua dijalankan secara simultan sudah bagus," pungkas dia.
Kontributor : Ari Welianto