SuaraSurakarta.id - Kakak beradik, GS (24) dan FN (18) menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan bocah TK berinisial UM (7) atau Dila, Selasa (12/4/2022) kemarin.
Kartini, ibu kandung kedua pelaku merasa syok dan tidak percaya dengan peristiwa yang terjadi. Ia pun langsung pulang dari Jakarta ke Dukuh Blateran RT 01 RW 02 Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo saat dikabari jika Dila meninggal.
Ia tidak tahu kenapa bisa begini, padahal setiap malam selalu video call dengan anak-anaknya termasuk Dila. Tanya kabar dan keadaan, apakah sehat semua.
"Adanya kejadian ini saya syok. Karena tidak menyangka sama sekali anak-anak saya berbuat tega sama adiknya," ujar Kartini, saat ditemui, Kamis (14/4/2022) malam.
Kartini sempat berbicara kepada tiga anak laki-lakinya, walaupun Dila tidak lahir dari kandungan ibu, tapi sudah dianggap anak.
Dila sendiri merupakan anak dari adik kandungnya yang angkat anak setelah dilahirkan. Karena pada waktu itu adiknya sedang renggang dengan suaminya, bahkan suaminya tidak menganggap jika itu anaknya.
"Saya bilang ke anak-anak, meskipun itu adiknya kamu tidak lahir dari kandungan Umi (ibu-red). Tapi saya anggap sebagai anak kandung, itu adiknya kamu. Tega kamu perlakukan adik kamu seperti itu," katanya. Lou
Kartini menceritakan, jika anaknya keras dan jadi seperti ini karena punya dendam ke bapak. Karena dendamnya tidak bisa terlampiaskan, akhirnya mendidik adiknya secara keras.
Tapi sejak beberapa tahun lalu bercerai dan anak-anak semuanya ikut dengannya. Bapaknya merupakan petugas lapas yang tugasnya selalu pindah-pindah.
Baca Juga:Cerita Tetangga Bocah TK Asal Kartasura yang Meninggal Dianiaya Kakak Angkat: Pernah Diikat Rafia
Dulu waktu kecil dapat didikan dari bapaknya keras, sampai saat bulan Ramadhan dan sedang waktu shalat tarawih diikat di bawah pohon melinjo. Karena dianggap mengganggu orang saat shalat tarawih, sering ramai dan bercanda.
"Itu diikat di bawah pohon sampai shalat tarawih selesai, banyak warga lihat. Mungkin anak-anak itu merasa kalau ini pengaruh dari didikan bapaknya juga," ungkap dia.
"Namanya anak umur-umur segitu kan lagi main-mainnya, tapi saya tidak pernah memukul. Kalau bapaknya marah anak-anak dipukul dan diikat, saya sudah beritahu ke suami agar baik-baik, tidak begitu caranya untuk mendidik," sambungnya.
Menurutnya, untuk FN mulai memiliki rasa dendam itu sejak dikeluarkan dari pondok pesantren 2020 lalu. Ditambah sudah tidak bisa menerima keadaannya seperti itu, dan itu anak-anak tidak terima.
"Itu yang mungkin membuat anak saya syok dan trauma, sampai dendam seperti itu. Bahkan ada tetangga yang tanya ke anak saya yang pertama, ingat tidak kamu waktu kecil pernah diikat di bawah pohon di depan masjid," imbuhnya.
"Dikeluarin dari pondok itu karena bawa HP. Ia langsung telepon saya sambil menangis, waktu itu posisi saya di Sulawesi," ucap dia.
Kejadian itu diingat terus sampai dewasa, itu dialami anak-anak saat usia 2-3 tahun sampai masuk sekolah dan pondok.
"FN, memang sangat temperamen. Bapaknya kalau marah itu juga berkata kasar, padahal hari hari Wa, tanya kabar baik-baik malah marah-marah dan jawabannya berasa sakit hati, bahkan dikatain anak durhaka," terangnya.
Bahkan, GS dan istrinya pernah diusir dari rumah sama bapaknya sekitar dua minggu yang lalu. Tidak tahu ada perkataan ia ke bapaknya sampai keluar ucapan seperti itu.
"Saya dapat cerita itu, anak saya ketiga minta beli sepatu dan FN sudah selesai PKL, uang baju PKL belum terbayarkan. Lalu GS Wa ke bapaknya tapi malah diusir, saya tanya kenapa, kalau kamu tidak bisa urus adik kamu, tidak bisa biayai adik kamu, kamu keluar saja dari rumah," jelas dia.
Setelah bercerai itu sudah ada hasil kesepakatan kalau bapaknya mau menafkahi setiap bulan Rp 2.500.000. Itu untuk anak kedua dan ketiga, sedang GS tidak karena sudah menikah.
Tapi besaran uang itu tidak pernah terpenuhi sama sekali, terakhir anak-anak terima itu Rp 300.000. Itu diterima sekitar dua bulan lalu.
"Itu jelas tidak cukup, karena anak-anak juga perlu sekolah," tuturnya.
Anak keduanya itu sebenarnya pendiam tapi jiwa itu memang berontak. Tapi tahu bapaknya seperti malah karakternya jadi keras.
Setelah bercerai pada 2020 lalu dan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak, Kartini memutuskan untuk bekerja di Jakarta.
Ia berangkat ke Jakarta pada, 20 Desember 2021 kemarin. Perlakuan anak-anak selama ini ke Dila, biasa saja dan tidak ada masalah.
"Tapi kurang tahu setelah saya tinggal ke Jakarta. Pernah cerita, kalau Dila bandel, tidak mau nurut, sering ngambil uang di warung," papar dia.
"Tapi saya beri nasehat mereka, mungkin adikmu pengin jajan, ya ga apa-apa, berapa sih yang diambil nanti biar umi ganti," ujar ibu tiga anak ini.
Ia dapat kabar soal ini dari menantunya yang telepon sambil menangis dan minta segera pulang. Tapi tidak dikasih tahu kenapa.
Waktu itu dirinya sedang berbuka puasa tapi tidak mendengar kalau ada telepon. Karena perasaan tidak enak, ia hanya berbuka minum air putih dan makan kurma saja.
"Lalu saya naik dan langsung buka HP, ini kenapa ada panggilan banyak sekali. Saya langsung telepon balik dan tanya ada apa?, mantu saya langsung nangis dan saya minta cerita kenapa. Mi, Dila ga ada, umi pulang, umi pulang," jelasnya.
"Malam itu saya cari tiket untuk pulang dan pakai travel. Berangkat itu jam 1 malam dan sampai sini jam 9.30. Alhamdulillah, sampai sini masih bisa melihat Dila meski sudah di dalam peti, pengin lihat langsung tapi tidak bisa, saya ikhlaskan," ujar dia.
Punya firasat
Sebelum Dila meninggal, ia punya firasat sekitar satu minggu lalu. Menantunya bilang jika, Dila buang air besar di celana sama ngompol.
Karena itu tidak biasa, dari kecil tidak pernah buang air besar di celana. Kejadiannya itu pas waktu buka.
"Langsung perasaan saya tidak enak, karena tidak kayak biasanya. Ini ada apa, tidak sewajarnya anak kayak gini. Terus jam 11 malam saya telepon, lah Dila mana dan katanya lagi mandi malam, saya tanya lagi kok malam-malam mandi. Katanya habis buang air besar dan ngompol, saya pasrah saja sama Allah," jelasnya.
Kartini baru dikasih tahu kejadian yang sebenarnya itu setelah sampai di sini oleh menantunya.
"Saya baru dikasih yang sebenarnya itu sudah sampai di sini. Menantu saya yang ngasih tahu," tandas dia.
Kontributor : Ari Welianto