Mengenal Bedug Kyai Wahyu Tengara Masjid Agung Solo, Berawal dari Tradisi Gamelan untuk Penanda Waktu Salat

Masjid Agung Solo terdapat salah satu peninggalan raja-raja keraton.

Ronald Seger Prabowo
Selasa, 12 April 2022 | 18:21 WIB
Mengenal Bedug Kyai Wahyu Tengara Masjid Agung Solo, Berawal dari Tradisi Gamelan untuk Penanda Waktu Salat
Bedug Kyai Wahyu Tengara Masjid Agung Solo. [Suara.com/Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Masjid Agung Solo dibangun tahun 1745 pada masa pemerintahan Pakubuwono (PB) II. 

Proses pembangunan dan pengembangan Masjid Agung cukup lama.

Karena setelah PB II meninggal, penyempurnaan Masjid Agung dilanjutkan oleh raja-raja berikutnya hingga PB X. 

Pada Masjid Agung Solo terdapat salah satu peninggalan raja-raja keraton. Salah satu peninggalannya adalah Bedug Kyai Wahyu Tengara

Baca Juga:Viral Ustaz Yazid Sebut Menabuh Bedug Haram: Tak Ada Hubungan dengan Ajaran Islam

Bedug Kyai Wahyu Tengara merupakan peninggalan Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Sinuhun Paku Buwono (PB) X yang memerintah tahun 1893-1939.

"Bedug ini salah satu inisiatif para ulama untuk penanda waktu shalat. Ini peninggalan PB X," ujar Sekretaris Pengurus Masjid Agung Solo, Abdul Basid, Senin (11/4/2022).

Bedug Kyai Wahyu Tengara ini memiliki diameter sekitar 1,5 meter. Di mana terbuat dari kayu dan kulit sapi. 

Basid menceritakan, jika bedug ini berawal dari tradisi gamelan yang ada di Keraton Kasunanan Surakarta.

Kemudian diadopsi oleh umat Islam lewat tradisi musik rebana.

Baca Juga:Heboh! Ustaz Yazid Sebut Menabuh Bedug di Masjid Haram: Kebiasaan Orang Kafir, Biasa Digunakan untuk Memanggil Roh

Lalu diwujudkan dalam bentuk yang besar, yakni bedug dan dilengkapi kentongan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini