SuaraSurakarta.id - Kecelakaan bus pariwisata di sekitar Bukit Bego, Jalan Dlingo-Imogiri, Kedungguweng, Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Minggu (6/2/2022) memunculkan cerita pilu nan menegangkan dari salah satu korban selama.
Dia adalah Yulianto (39). Warga asal Desa Mranggen, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo itu jadi saksi penting persitiwa nahas tersebut.
Betapa tidak, dia yang bertugas sebagai ketua panitia kegiatan duduk di samping sopirbus Gandos Abadi, Ferriyanto yang menjadi satu dari 13 korban tewas dalam kecelakaan tersebut.
Saat ditemui Suarasurakarta.id, Rabu (9/2/2022), tampak masih ada lecet yang sudah mengering di tangan Yulianto. Sementara, kaki kanannya masih diperban.
Pria yang akrab disapa Yuli itu berangkat rekreasi bersama istri, dan dua anaknya yang semuanya selamat dari kecelakaan maut tersebut.
Saat menceritakan kejadian, Yuli berulang kali mengucapkan syukur pada sela-sela obrolan. Dia mengucap syukur lantaran masih diberi keselamatan.
Bukan hanya keselamatan dia sendiri, tapi juga kedua putra tercintanya, Alfin Gibran Prabanda (13) dan Azril Khalif Putra Ahmad (3), serta sang istri, Sunarti (35).
Yuli menceritakan, semula bus yang dia naiki beserta rombongan tak kuat menanjak, hingga memutuskan untuk berhenti di tengah tanjakan dan semua penumpang turun.
Lalu, setelah sampai di tanjakan, seluruh penumpang kembali memasuki bus milik PO Gandhos Abadi itu. Mesin bus mati, lalu dihidupkan lagi.
Baca Juga:KNKT Selidiki Kecelakaan Bus pariwisata di Imogiri yang Tewaskan 13 Orang
Selang 10 menit setelah semua penumpang naik, tepatnya pada jalanan menurun, Yuli sudah panik, bahkan semua penumpang juga panik, lantaran ia melihat kondisi bus semakin berjalan cepat.
Sementara sang kernet bus hanya menurutnya hanya berucap "Tenang-tenang jangan panik. Tidak apa apa."
"Dalam hati saya, saya takbir. Apapun yang akan terjadi nanti saya sudah pasrah," ucapnya berkaca-kaca.
Ketika bus sudah semakin tak terkendali, dia lalu berdiri menghampiri istri dan kedua anaknya yang duduk persis di belakang sopir bus.
"Saya rangkul, saya takbir. Terus Dengar suara 'der', 'der', 'der'. Saya menuju ke istri dan anak saya, saya rangkul, tangan saya berpegangan dengan istri, kedua anak saya di tengah," jelasnya.
Posisi Yuli menghadap ke belakang memegang erat tangan sang istri, hingga dirinya sempat pingsan. Posisi itu Yuli pertahankan hingga bus berhenti.
Dirinya siuman ketika mendengar tangisan anaknya yang paling kecil. Lalu dirinya keluar, dan menatih keluar dari bus sang istri dan anaknya yang tak bisa bergerak.
Tak Terkendali
Saat suasana panik itu, dia melihat wajah sopir sudah pucat pasi sembari panik sembari memegang stir dan porseneleng yang semakin tak terkendali.
"Saya sempat berpikir, melihat kondisi sopir sudah trouble. Saya sendiri berpikir, ya sudah, untuk anak dan istri saya pasrah," jelasnya.
Ketika bus sudah berhenti, dia melihat teman-teman satu busnya sudah tergeletak, bahkan beberapa ada yang penuh darah.
"Melihat kanan, kiri, belakang, teman-teman saya sudah berserakan, ada nenek-nenek sudah meninggal. Saya bersyukur masih diberi kesempatan hidup, masih diberi kesempatan beribadah," ucapnya.
Kata dokter, ungkap Yuli, kondisi kaki kanannya setelah dilakukan rongent hanya mengalami retak, maka tidak perlu tindakan khusus.
Kedua anaknya, sudah pulang terlebih dahulu. Sementara, dia dan istri masih menjalani perawatan dan baru pulang kemarin.
Untuk kondisi sang istri, saat ini masih lemas dan masih belum beraktivitas dan hanya berbaring di kasur. Untuk Yuli, sudah berjalan dengan alat bantu penyangga.
Kontributor : Budi Kusumo