"Kenapa demikian, karena disitu jalur perdagangan. Kalau lihat Kali Pepe itu dulu aktif sebagai lalu lintas transportasi hubungan antara Keraton dengan dunia luar," papar dia.
Setelah tahun 1919, sudah tidak lagi diberlakukan Wijkenstelsel dan Passestelse, artinya dibebaskan oleh Belanda. Maka orang-orang Tionghoa, sudah tidak lagi tinggal di dalam Sudiroprajan.
Banyak orang-orang Tionghoa itu menyebar di sekitar pusat perekonomian, seperti Coyudan, Ketandan, dan berbagai tempat di Solo.
"Meski banyak yang menyebar, namun Kampung Balong tetap ada dan eksis hingga sekarang," ucapnya.
Baca Juga:Warga Diminta Sembahyang Kubur di Rumah, Ritual Bakar Wangkang Dipantau via Sosmed
![Kampung Balong, Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres menjadi kampung warga Tionghoa pertama di Solo. [Suara.com/Ari Welianto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/01/30/57452-kampung-balong.jpg)
Berbaur dengan Orang Jawa
Di Kampung Bolon ini hidup orang-orang Tionghoa yang berbaur dengan Jawa. Harmonisasi antara Tionghoa dan Jawa terjaga dengan baik hingga sekarang.
Kehidupan sosial komunitas warga Tionghoa banyak mengalami perubahan, seperti upacara-upacara adat, nama, agama, kesenian, perkawinan, kematian, dan mentalitas.
Perubahan ini disebabkan adanya perkawinan campur dengan Jawa, dan penerimaan kebijakan asimilasi masa Orde Baru.
Keberadaan orang-orang Tionghoa di Solo itu dilakukan secara bertahap migrasi. Tidak tahu pastinya sejak kapan kedatangan mereka ke Solo.
Baca Juga:Gaduh Donasi Rp 2 Triliun Akidi Tio, Terburu-buru atau Tertipu?
Gelombang pertama itu, ada beberapa biksu yang masuk ke Solo. Tapi kedatangan mereka dilakukan secara bergantian.
Gelombang kedua, ketika zaman Dinasti Ming, termasuk penyebaran Islam ke Nusantara.
Pada gelombang ini mayoritas laki-laki, perempuannya sedikit. Kemudian gelombang ketiga itu, yang datang suami istri.
Makanya kemudian melahirkan apa yang disebut Tionghoa peranakan. Yang di Kampung Balong atau Sudiroprajan dan sekitarnya kebanyakan itu Tionghoa peranakan.
Menurut berbagai kajian, orang-orang Tionghoa sudah ada sejak terjadinya konflik keraton. Di mana melakukan pemberontakan kepada Paku Buwono II dan VOC.
Peristiwa pemberontakan tersebut atau disebut geger pecinan terjadi pada 1742.