SuaraSurakarta.id - Kabupaten Klaten memiliki jejak perjuangan pahlawan guna mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Salah satunya jejak perjalanan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution atau yang akrab disapa A.H. Nasution.
A.H. Nasution bersama pasukannya ketika melancarkan strategi perang gerilya melawan penjajah pernaih singgah di Kabupaten Klaten.
Menyadur dari Solopos.com, Saat agresi militer Belanda II pada 1948, pasukan Belanda menduduki Yogyakarta yang kala itu menjadi ibu kota RI. Selain itu, pasukan Belanda menawan presiden, wakil presiden, dan para pejabat pemerintah sipil maupun militer.
Saat penyerangan terjadi, A.H. Nasution bersama rombongan sendang berada di Jawa Timur. Mendapatkan laporan peristiwa penyerangan Belanda, A.H. Nasution bergegas kembali ke Yogyakarta. Namun, perjalanan mereka terhenti sampai di daerah Prambanan, Klaten, lantaran Belanda sudah menguasai Yogyakarta.
Baca Juga:Wanita di Klaten Tewas Diracun, Ternyata Sempat Cekcok dengan Kakak Ipar
A.H. Nasution bersama rombongan lantas menuju ke wilayah utara atau mengarah ke lereng Gunung Merapi. Dari stasiun Srowot, mereka berjalan kaki hingga ke Desa Taskombang dan singgah di salah satu rumah.
Tempat yang kali pertama digunakan persinggahan rombongan A.H. Nasution yakni rumah Parto Wirjono, Kades pertama Taskombang. Lokasinya berada di tengah permukiman Dukuh Jumblengan.
Hingga kini, keaslian rumah joglo itu masih terjaga meski sebagian kayu mulai lapuk dan warna cat memudar dimakan usia. Rumah itu kini ditempati cucu Parto Wirjono.
Tak banyak cerita yang diketahui warga setempat terkait aktivitas A.H. Nasution beserta pasukannya di rumah tersebut. Namun, warga memastikan 90 persen keaslian rumah itu masih terjaga. Termasuk tempat duduk dan meja kerja yang pernah digunakan A.H. Nasution.
Salah satu warga Dukuh Jumblengan, Anis Rohmad, 46, mengatakan A.H. Nasution sempat berada di rumah itu selama beberapa hari. Setelah tinggal di tempat itu, A.H. Nasution lantas berpindah ke Desa Kepurun.
Baca Juga:Kasus Tewasnya Wanita di Klaten: Ada Racun di Air Minum, Garam Dapur, dan Susu Anak Korban
Kades Taskombang, Aris Sumarno, mengatakan bangunan rumah yang pernah ditempati A.H. Nasution sempat digunakan untuk kegiatan TK sekitar 1985. A.H. Nasution sendiri pernah sekali mendatangi rumah tersebut pada 1993.
“Saat Pak Nasution itu datang saya masih SD. Dulu Pak Nasution ada kunjungan ke rumah itu dan siswa SD diminta menyambut dengan mengibarkan bendera,” kata Aris, Minggu (7/11/2021).
Perjalanan A.H. Nasution bersama rombongan dari Taskombang ke Kepurun diantar seorang pemuda asal Kepurun bernama Saeran. Kala itu Saeran masih berumur sekitar 15 tahun.
Salah satu putra Saeran, Raharjo, mengatakan perpindahan itu dilakukan menyusul wilayah Taskombang dinilai masih terlalu dekat dengan Yogyakarta. Proses perpindahan tempat persembunyian tersebut dilakukan saat malam.
Pindah Tempat
“Saat itu kebetulan bapak di sana [tinggal di rumah Kepala Desa Taskombang]. Karena di sana [Taskombang] terlalu dekat dengan Jogja, kemudian disarankan agak menjauh. Pak Nas kemudian diantar bapak ke Kepurun,” kata Raharjo.
Sesampainya di Kepurun, A.H. Nasution kali pertama bertamu dengan Kades Kepurun saat itu bernama Parto Harjono. Sempat terjadi salah paham. Warga curiga dengan A.H. Nasution yang kala itu mengaku sebagai Pak Guru. Warga mengira A.H. Nasution sebagai mata-mata Belanda.
“Tadinya ketika sampai ke Kepurun, Bapak [Saeran] tidak mau mengantar sampai ke Pak Lurah. Tetapi karena ada salah paham, bapak keluar dan kemudian memberi tahu siapa Pak Guru ini sebenarnya,” kata dia.
Hingga akhirnya rombongan A.H. Nasution menginap di rumah Kades Kepurun yang berlokasi di Dukuh Pecokan. Tak hanya di rumah kades, A.H. Nasution beberapa kali berpindah tempat sebagai salah satu strategi agar persembunyian A.H. Nasution tak diketahui penjajah.
“Jadi memang setiap malam berpindah tempat. Salah satu yang biasanya mengarahkan dan menemani komandan-komandan itu bapak termasuk membantu mengetik,” kata Raharjo.