Pelaku Perusakan Makam di Kota Solo Anak-anak, SETARA Institute: Ancaman Jangka Panjang

Menurut SETARA Institute perusakan makam non muslim itu menjadi bukti adanya narasi-narasi ekstremisme di kalangan usia muda, khususnya anak-anak di Kota Solo

Budi Arista Romadhoni | Ria Rizki Nirmala Sari
Selasa, 22 Juni 2021 | 17:51 WIB
Pelaku Perusakan Makam di Kota Solo Anak-anak, SETARA Institute: Ancaman Jangka Panjang
Kuburan orang Kristen atau makam orang Kristen diteror. Kuburan orang kristen Solo dirusak. Lalu Wali Kota Solo Gibran ngamuk. (Youtube Berita Surakarta)

SuaraSurakarta.id - Aksi tidak terpuji terjadi di Kota Solo. Sebanyak 10 pelajar sekolah dasar (SD) melakukan perusakan makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cemoro Kembang Surakarta.

Menanggapi perihal tersebut, SETARA Institute menyebut perusakan makam non muslim itu menjadi bukti adanya narasi-narasi ekstremisme di kalangan usia muda, khususnya anak-anak.

Direktur Riset SETARA Institute, Halili Hasan mengatakan bahwa kelompok-kelompok konservatif tengah menyasar anak-anak. Kalau misalkan terus dibiarkan, ia khawatir akan efek ancaman jangka panjang terhadap kehidupan damai dalam keberagaman bakal meningkat.

"Dalam konteks tersebut, SETARA Institute mendesak agar pemerintah daerah memberikan perhatian serius terhadap persoalan penetrasi kelompok-kelompok konservatif ke dalam lembaga pendidikan, mengingat otonomi daerah telah mendesentralisasi urusan pendidikan, khususnya tingkat dasar dan menengah, kepada pemerintah daerah," kata Halili dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/6/2021).

Baca Juga:Menguak Motif Bocah-bocah Murid Ngaji yang Rusak Makam Orang Kristen di Solo

SETARA Institute sempat menyampaikan apresiasinya atas ketegasan yang ditunjukkan Walikota dan Forkompimda Solo dengan langsung menutup lembaga pendidikan, tempat anak-anak tersebut menerima narasi-narasi intoleransi.

Akan tetapi, langkah itu dinilainya tidak cukup. Sebab, menurutnya pemerintah setempat harus mengambil langkah yang lebih komprehensif dengan memetakan dan menangani secara presisi diseminasi narasi-narasi intoleransi dan radikalisasi melalui lembaga-lembaga pendidikan, dalam kerangka demokrasi dan negara hukum.

SETARA Institute juga mendesak pemerintah pusat khususnya Kemdikbud-Ristek, Kemenag dan Kemendagri untuk tidak mengabaikan masuknya gerakan-gerakan anti kebinekaan ke lembaga dan lingkungan pendidikan formal dan informal.

Kasus perusakan 12 makam yang mayoritas kuburan nasrani di kompleks permakaman umum Cemoro Kembar, Mojo, Pasar Kliwon, Solo, mengejutkan masyarakat.

Aksi tak terpuji itu diduga dilakukan oleh 10 anak-anak usia SD murid ngaji di sebuah tempat pembelajaran informal di daerah sekitar.

Baca Juga:Duh! Kasus Covid-19 di Solo Melonjak, Korbannya 10 Persen Anak-anak Terkonfirmasi Positif

Anak-anak adalah Korban

Sementara itu dilansir dari Suarajawatengah.id, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati mengatakan, keterlibatan anak-anak dalam perusakan makam yang terjadi di Surakarta adalah korban.

"Konteksnya  anak-anak  seperti itu adalah korban, anak-anak harus dipulihkan mesik dalam proses hukum harus diselidiki lebih  dalam lagi terutama keterlibatan orang dewasa dalam aksi tersebut," jelasnya saat dihubungi, Selasa (22/6/2021).

Meski dalam proses hukum anak-anak tersebut dinyatakan  terlibat perusakan, menurutnya anak-anak tersebut harus dikembalikan kepada orang tua melalui proses edukasi  lantaran usianya masih dibawah 18 tahun.

"Anak-anak ini harus dilindungi dan tak boleh mendapatkan intimidasi," ujarnya.

Untuk itu, dia memberikan saran kepada sekolah yang menaungi anak-anak tersebut untuk  mengedepankann nilai-nilai toleransi. Menurutnya, upaya toleransi merupakan aspek yang penting dalam  pendidikan anak-anak.

"Kepada sekolah  yang ada harus mengacu pada aturan yang ada untuk edukasi soal toleransi," katanya.

Sebelumnya, kasus perusakan belasan makam di wilayah Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo membuat Wali Kota Gibran Rakabuming Raka murka.

Belasan makam yang dirusak berada dalam satu kompleks permakaman umum Cemoro Kembar oleh anak-anak yang berasal dari tempat pembelajaran informal.

Gibran mengatakan setelah meninjau langsung lokasi itu dia bakal mengambil langkah tegas.

“Tidak bisa dibiarkan seperti itu. Mendirikan sekolah tanpa izin. Segera kami proses, pengasuh dan anak-anak juga perlu pembinaan. Ini sudah ngawur banget, melibatkan anak-anak,” kata Gibran

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini