SuaraSurakarta.id - Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran sebenarnya sama-sama merupakan pecahan dari Kerajaan Mataram Islam. Namun, keduanya memiliki perbedaan dalam eksistensinya sepanjang sejarah. Perpecahan tersebut terjadi pada saat Mataram Islam dipimpin oleh Pakubuwono II.
Sebelumnya, Kerajaan Mataram dipimpin oleh Raja Amangkurat IV, yang memiliki tiga orang anak yang memiliki karakter kuat., yakni Raden Mas Probosuyoso, Pangeran Mangkubumi, dan Arya Mangkunegara.
Pada tanggal 20 April 1726 Amangkurat IV wafat dan tahta diteruskan oleh Raden Mas Probosuyoso dengan gelar Pakubuwono II. Sementara itu, akibat terjadinya intrik Keraton yang didukung oleh VOC, Arya Mangkunegara pun dibuang ke Srilangka, kemudian ke Afrika Selatan, dan wafat di sana.
Kisah Konflik Persaudaraan Akibat Keterlibatan VOC
Baca Juga: Cerita Geger Pecinan, Peristiwa Sejarah yang Membentuk Kota Solo
Pada masa Pakubuwono II inilah keraton Kartasura diserang cucu Amangkurat III, Mas Garendi alias Sunan Kuning pada 1742. Mas Garendi dibantu Mas Said, putra Arya Mangkunegara yang kecewa kepada Mataram yang semakin disetir VOC dan kecewa lantaran pembuangan ayahnya.
Mas Garendi berhasil menguasai Keraton Kartasura, sementara Pakubuwana II terpaksa lari ke Ponorogo. Namun, pada tahun 1743 Pakubuwono II berhasil kembali merebut kembali Keraton Kartasura setelah dibantu oleh Adipati Cakraningrat IV dari Madura dan pasukan VOC.
Merasa Keraton Kartasura sudah tidak memiliki wahyu karena sudah diduduki lawan, Pakubuwono II pun membangun keraton baru di daerah Solo yang kemudian dikenal dengan Keraton Kasunanan Surakarta yang eksis hingga saat ini.
Namun, pemerintahan Pakubuwono II mendapatkan gangguan dari keponakannya sendiri, yakni Raden Mas Said yang bergerilya dan terus melakukan perlawanan. Bahkan, pada saat yang bersamaan, adik Pakubuwono II, Pangeran Mangkubumi juga keluar dari keraton dan melakukan perlawanan.
Raden Mas Said dan Mangkubumi pernah bergabung melakukan perlawanan. Di penghujung pemerintahannya, Pakubuwono II pun menyerahkan kekuasaannya kepada VOC pada 1749. Pada tanggal 15 Desember 1749 Raden Mas Suryadi pun dilantik menjadi penerus kerajaan yang bergelar Pakubuwono III.
Baca Juga: Mengintip Pura Mangkunegaran, hingga Tempat Terlarang yang Hanya Boleh Dikunjungi Keluarga Keraton
Pada saat yang bersamaan, Pangeran Mangkubumi dinobatkan pengikutnya sebagai raja. Namun, setelah itu, Raden Said dan Pangeran Mangkubumi pecah kongsi, mereka berjalan sendiri-sendiri meski tetap bergerilya melawan Kasunanan Surakarta dan VOC.
Perlawanan kedua tokoh tersebut membuat kerugian besar dan mengancam Kasunanan Surakarta maupun VOC. Pemimpin VOC pada waktu itu, yakni Nicholas Harting menghendaki konflik tersebut berakhir dan membuat Perjanjian Giyanti.
Isi perjanjian tersebut adalah pemecahan Mataram menjadi dua. Mangkubumi mendapat wilayah Mataram Barat, yang kemudian menjadi raja dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I dan mendirikan Kesultanan Yogyakarta yang masih eksis sampai saat ini.
Lantas, Bagaimana Kisah Berdirinya Pura Mangkunegaran?
Sementara itu, Raden Mas Suryadi tetap memimpin Kasunanan Surakarta. Di samping itu, Raden Mas Said yang sudah pecah kongsi dengan Mangkubumi terus melakukan perlawanan dengan bergerilya. Bahkan, Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta pernah bergabung untuk membasmi Raden Mas Said.
Namun, usaha tersebut tak pernah berhasil. Raden Mas Said justru semakin sengit melakukan perlawanan. Karena banyak korban dalam setiap perlawanan, Nicholas Harting pun menjuluki Raden Mas Said Pangeran Sambernyawa.
Karena itu, VOC mengajak Raden Mas Said untuk berunding. Pada 17 Maret 1757 dilakukan Perjanjian Salatiga. Hasil perjanjian itu, Raden Mas Said diberi kekuasaan di wilayah Kedaung, Matesih, Honggobayan, Sembuyan, Gunungkidul, Pajang Utara, dan Kedu.
Raden Mas Said diperkenankan mendirikan kerajaan, akan tetapi tidak boleh sama dengan Kesultanan maupun Kasunanan. Ia kemudian bergelar Kanjeng Gusti Adipati Arya Mangkunegara I. Posisinya setingkat dengan adipati dan mendirikan istananya di Banjarsari berupa Pura Mangkunegaran.
Meski setingkat adipati, akan tetapi Pura Mangkunegaran dan wilayah kekuasaannya adalah otonom. Mereka memiliki pasukan tersendiri, bahkan memiliki legiun Mangkunegaran, yang merupakan tentara yang paling profesional di Asia Tenggara pada masanya.
Mangkunegara memang setingkat adipati, akan tetapi rakyatnya memperlakukannya bak raja. Mangkunegara mampu menggerakkan kebudayaan, ekonomi, militer, dan politiknya sendiri. Pada masa Mangkunegara IV, Pura Mangkunegaran mencapai masa keemasannya.
Tidak hanya memperbaiki bangunan Pura Mangkunegaran, akan tetapi juga membangun pabrik gula Colomadu dan Tasikmadu. Gebrakan tersebut yang membuat ekonomi Pura Mangkunegaran sangat maju. Itulah sejarah Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran yang ada Solo.
Kontributor : Dinnatul Lailiyah
Berita Terkait
-
'Menyala' dari Dulu, Ini Gaya Selvi Ananda Dampingi Gibran di Pelantikan Wali Kota Solo dan Wapres
-
Bukan Darah Biru, Kontroversi Pernikahan Kaesang Pangarep di Pura Mangkunegaran Dibahas Lagi
-
Mitos Menikah di Pura Mangkunegaran Bisa Datangkan Marabahaya, Kaesang-Erina Jadi Bukti?
-
Pesan Gibran Ke ASN Di Acara Pisah Sambut: Saya Titip Solo, Ritme Kerja Jangan Loyo
-
Perbedaan Wilayah Kekuasaan Mangkunegaran Dulu dan Sekarang
Tag
Terpopuler
- Respons Sule Lihat Penampilan Baru Nathalie Tuai Pujian, Baim Wong Diminta Belajar
- Daftar Petinggi Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM), Viral Usai Video Razia RM Padang
- Penampilan Happy Asmara Saat Manggung Jadi Omongan Warganet: Semakin Hari Kelihatan Perutnya...
- Kecurigaan Diam-diam Paula Verhoeven sebelum Digugat Cerai Baim Wong: Kadang Chat Siapa Sih?
- Berkaca dari Shahnaz Haque, Berapa Biaya Kuliah S1 Kedokteran Universitas Indonesia?
Pilihan
-
Harga Emas Antam Hari Ini Terpeleset Jatuh Rp30.000, Jadi Rp1.513.000/Gram
-
Meski Diupayakan, Menhub Tak Jamin Harga Tiket Pesawat Turun Jelang Nataru
-
Derbi Keturunan! Julian Oerip Cetak Gol Saat AZ Bantai Samuel Silalahi di UEFA Youth League
-
Tersangka Kasus Judol Bisa Kerja Padahal Tak Lulus Seleksi, SOP Komdigi Kini Diusut Polisi
-
Kondisi Sepak Bola NTT, Dapil Anita Jacoba Gah yang Kritik Naturalisasi Timnas Indonesia
Terkini
-
Srawung Ben Ra Suwung, Wayang Goes Digital: Menjembatani Dunia Lama dan Baru
-
Terungkap! Kronologi Lengkap Penganiayaan Imam Masjid di Sragen, Pelaku Jalani Rekonstruksi
-
Momen Blusukan Bareng Erick Estrada, Respati Ardi Sampaikan Pesan Jokowi dan Gibran
-
Gara-gara Rekening Diblokir, Pramono Harus Jual 6 Ekor Sapi Agar Usahanya Tetap Jalan
-
Muncul Unjuk Rasa di Balaikota Solo, Pengamat: Mereka Lupa, Jokowi Dicintai dan Disambut Jutaan Warga