Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Kamis, 23 November 2023 | 18:00 WIB
Tembok bekas Keraton Kartasura. [Suara.com/Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Keraton Kartasura yang pernah menjadi pusat Kerajaan Mataram Islam selama 65 tahun di daerah Solo, kini berubah menjadi kompleks pemakaman.

Makam-makam yang ada di kompleks pemakaman tersebut merupakan bagian dari keluarga raja atau pejabat kerajaan.

Keraton Kartasura sendiri merupakan keraton keempat Kerajaan Mataram setelah Kotagede, Kerto, dan Pleret yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Saat ini, peninggalan Keraton Kartasura ini masih bisa ditemukan oleh warga. Namun, kondisi peninggalan tersebut sudah tidak lagi berwujud keraton.

Baca Juga: Kasus Perusakan Ndalem Singopuran Keraton Kartasura, Bapak Anak Diperiksa PPNS BPCB

Peninggalan yang paling terlihat hanya bagian benteng keraton bagian dalam alias Benteng Sri Meganti. Selebihnya, kawasan Keraton Kartasura berubah menjadi kompleks pemakaman. Kompleks pemakaman tersebut hanya berjarak 11 kilometer dari istana Mataram Islam yang masih eksis hingga kini, yakni Keraton Surakarta Hadiningrat.

Tepatnya, Keraton Kartasura itu berada di desa Ngadirejo, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah. Lantas, apa saja yang masih tersisa dan makam siapa gerangan yang berada di kompleks pemakaman tersebut?

Jelajah Petilasan Keraton Kartasura

Peninggalan kejayaan istana alias Keraton Kartasura pada masa lalu memang sudah tidak ada dan bahkan saat ini didominasi oleh makam-makam. Namun, di benteng bagian dalam, yakni Benteng Sri Menganti, masih ada dua peninggalan yang bisa ditemui.

Peninggalan tersebut yang pertama adalah bekas kamar tidur raja. Wilayah tersebut ditandai dengan dua batu besar yang kemudian diberi penutup kain. Sementara, di sisi utara jejak kamar tidur tersebut, terdapat dinding tembok yang jebol.

Baca Juga: Kasus Perusakan Pagar Ndalem Singopuran Kartasura, PPNS BPCB Jateng Periksa 5 Saksi

Petilasan Keraton Kartasura. [Wisatajateng.com]

Kondisi tembok tersebut dipercaya sebagai saksi bisu terjadinya Geger Pacinan alias pemberontakan orang-orang Tionghoa dan masyarakat yang anti-VOC, khususnya kepada Raja Mataram Islam saat itu, yakni Pakubuwono II. Tembok tersebut kemudian disebut dengan Jebolan Pacinan.

Load More