SuaraSurakarta.id - Empat nama diusulkan menjadi Ketua DPC PDIP Solo menggantikan FX Hadi Rudyatmo.
Mereka adalah Teguh Prakosa, Rheo Fernandes, Budi Prasetyo, dan Roy Saputro.
Salah satu dari mereka merupakan putra Plt Ketua DPD PDIP Jateng FX Hadi Rudyatmo, yakni Rheo Fernandes.
Bahkan Rheo bersama Teguh diusulkan oleh 5 PAC, Budi Prasetyo diusulkan 4 PAC, sedangkan Roy hanya 1 PAC di Banjarsari.
Baca Juga:PDIP Jateng 'Babak-belur' di Pilpres, Misi FX Rudy Turun Gunung
Rheo mengucapkan terima kasih telah diberi kepercayaan oleh teman-teman PAC di lima kecamatan. Ia pun tidak menduga di semua PAC mengusulkan untuk jadi calon ketua DPC.
"Ya saya terima kasih sekali diberi kepercayaan dari teman-teman pengurus PAC di lima kecamatan di Kota Solo. PAC Jebres, PAC Banjarsari, PAC Laweyan, PAC Serengan dan PAC Pasar Kliwon," terangnya, Jumat (12/9/2025).
"Yang pasti saya tidak menduga semua PAC mengeluarkan nama saya," lanjut dia.
Meski sebagai putra mantan Ketua DPC PDIP dan Wali Kota Solo, Rheo mengaku perjalanan politiknya tidak mulus seperti yang dibayangkan banyak orang.
Rheo menyebut kalau memang berjalan mulus pastinya setiap jenjang yang dilalui di struktural pengurus pasti jadi ketua.
"Selama berkarir politik saya tidak pernah jadi ketua, saya masuk dari anak ranting, ranting terus PAC. Di anak ranting jadi sekretaris, di ranting jadi Bendahara kemudian di PAC cuma jadi wakil ketua sampai sekarang," ungkap dia.
Baca Juga:FX Rudy Didorong Menjadi Ketua DPD PDIP Jateng Definitif, Apa Alasannya?
"Kalau ini saya dianggap mulus dari waktu ke waktu itu, step by step ini saya menjadi ketua terus. Tapi ini tidak pernah, saya tidak pernah jadi ketua," ujarnya.
Rheo menyatakan beliau (bapak) itu selalu mengajarkan dan mendidik harus belajar sesuai dengan kemampuan.
"Kalau tidak mampu jadi ketua, ya udah. Mekanisme di partai seperti apa, yowes di situ kalau nggak ya udah tidak bisa masuk jadi ketua," sambung dia.
Rheo menyebut saat pemilihan ketua DPC tahun 2010 lalu sudah masuk dan sudah disodorkan usulan-usulan pengurus DPC untuk menjadi wakil sekretaris.
"Kebetulan Bu Mega langsung telpon tidak boleh diganti Pak Rudy. Ya saya langsung mundur balik ke PAC. Ini yang membuat mulus dan tidak mulus," ucapnya.
Rheo mengaku saat masuk seleksi anggota DPRD Kota Solo juga masuk penjaringan dari bawah. Bahkan ada satu kelurahan yang tidak memunculkan namannya dan itu ada.
"Jadi tidak serta merta anaknya Pak Rudy keluar semuanya. Yang sekarang ini malah diberi kepercayaan oleh 5 PAC, mereka mengeluarkan nama saya semua," jelas dia.
Selama ini lebih sering berkomunikasi dengan teman-teman sebenarnya, kalau untuk berkaitan dengan konsolidasi tidak pernah.
Apalagi sekarang sebagai anggota DPRD, komunikasi dengan teman-teman semakin sering dilakukan.
"Jadi tidak ada red karpet untuk Mas Rheo ke sana. Karena bapak saya nggak pernah mendidik 'aku ketua DPC, koe og gampang tak kei posisi' itu nggak. Kalau beliau ketua DPC, kalau saya dikasih red karpet berati saya tahun kemarin atau dua tahun periode yang lalu pasti sudah di DPC tapi ini nggak," paparnya.
"Saya sampai tiga kali di PAC, berati tidak dikasih red karpet. Saya di PDIP itu sejak 1999, mulai dari jenjang anak ranting, 2004-2005 jadi pengurus ranting sebagai bendahara, tahun 2009-2010 jadi PAC sampai sekarang," ucap dia.
Rheo mengaku berkomitmen untuk belajar dari para senior. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara generasi muda dan senior.
“Kalau pun nanti saya terpilih ntah jadi apa di kepenggurusan DPC, saya akan sowan ke tokoh-tokoh senior. Saya minta saran, kritik, dan petunjuk arahan,” ujarnya.
Rheo mengaku sudah tiga kali dicalonkan menjadi anggota dewan tapi tidak mau. Tahun 2009 sudah dicalonkan cuma tidak mau.
"Semua rentetan proses dalam rekrutmen calon legislatif dilakukan semua mulai dari 2009, 2014, dan 2019. Tapi dites terakhir saya tidak datang pada tes kesehatan, tapi kalau 2024 sudah berjanji ketika ketua DPC Pak Rudy yang juga bapak saya selesai sebagai eksekutif (wali kota) saya mau," tandas dia.
"Tapi karena dulu beliau masih di eksekutif, saya tidak mau," pungkasnya.
Kontributor : Ari Welianto