SuaraSurakarta.id - Es gabus merupakan salah satu jajanan jadul yang pernah populer dikalangan anak-anak di era 1990-an.
Dulu es gabus sangat disukai oleh anak-anak, karena memiliki tekstur yang lembut dan empuk serta memiliki warna yang menarik seperti pelangi. Dulu sangat mudah ditemui, biasa banyak yang berjualan di sekitar sekolahnya.
Namun, sekarang jajanan jadul tersebut sulit untuk ditemukan. Kalau pun ada tidak banyak dan biasanya dijual saat ada acara, seperti pameran maupun car free day (CFD).
Ada juga warga yang memproduksi es gabus jadul, itupun tidak banyak. Salah satu yang memproduksi es gabus adalah, Yusuf Mahmudi (33) warga Lemah Abang RT 01 RW 18 Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo.
Baca Juga:Serikat Kawula Sedasa Rangkul Pengemudi Ojek Online Menangkan Gusti Bhre di Pilkada Solo 2024
Yusuf mulai merintis membuat es gabus dengan nama es gabus 90-an itu tahun 2016 lalu. Berjalanannya waktu terus berkembang hingga sekarang, bahkan sudah banyak reseller dan agen dari berbagai daerah.
"Ini berawal dari kekhawatiran kami akan jajanan anak-anak yang banyak mengandung pengawet dan pemanis buatan. Waktu itu kami membuat jajanan untuk anak, ada kue, roti dan es gabus ini," ujarnya saat ditemui, Selasa (6/8/2024).
Dari jajanan yang dibuat itu ternyata anak suka, salah satunya es gabus ini. Lalu punya ide untuk menjual di kalangan umum.
"Alhamdulillah, anak suka khususnya es gabus. Dari situ kami punya ide untuk memproduksi dan menjualnya. Konsepnya memang cari yang jadul," kata dia.
Yusuf mengakui dulu waktu kecil sering jajan es gabus saat pulang sekolah. Itu yang jadi ide, apalagi teksturnya itu empuk dan warnanya menarik.
Baca Juga:Cerita Seniman Pigura Solo 'Bawa' Wajah Prabowo Subianto dalam Rangkaian Uang Koin
"Dulu waktu SD saat pulang sekolah mesti cari penjual es gabus. Rasanya itu enak, akhirnya jadi ide sekarang jadi nostalgia zaman dulu juga," sambungnya.
Untuk rasa es gabus yang diproduksi bervariatif tidak hanya satu atau dua rasa seperti dulu. Sehingga banyak yang suka dan tertarik.
"Kalau dulu itu cuma satu rasa yakni vanila. Sekarang saya buat itu delapan rasa, jadi rasanya lebih kekinian," imbuh dia.
Delapan rasa itu ada vanila, coklat dark coklat, stroberi- bubble gum, greentea-manggo, durian dark coklat, avocado- hazelnut, semangka-kurma, dan banana- grape.
"Pas awal membuat hanya satu rasa lalu coba dua rasa, tiga rasa hingga delapan rasa seperti saat ini," ucapnya.
Dulu pas awal-awal itu jualannya di Festival Payung Indonesia pertama di Taman Balekambang. Jualan pertama dan kedua itu tidak laku tidak ada yang beli sama sekali.
"Tapi alhamdulillah, jualan berikutnya bisa laku banyak. Orang-orang pada suka, awalnya menyicipi lama-lama beli lagi," kenang dia.
Untuk peminatnya anak-anak tapi ada juga orang dewasa dan orang tua yang beli. Biasanya yang remaja dan orang tua itu untuk nostalgia dengan es gabus yang dulu sangat populer.
"Banyak yang nostalgia zaman dulu. Ketika dulu makan es gabus, sekarang nostalgia untuk makan kembali," ungkapnya.
Yusuf menjamin bahwa bahan-bahan yang digunakan untuk membuat es gabus itu sudah tersertifikasi halal. Jadi sudah dicek dan disurvei, proses produknya juga terjamin kualitasnya.
"Bahan dan proses produksinya semuanya terjamin. Bahkan sudah tersertifikasi," terangnya.
Untuk bahannya itu cukup mudah sebenarnya. Ada santan, tepung hunkwe, pandan, gula dan vanila jadi aman. Dalam satu hari itu bisa memproduksi 800 potong es gabus.
"Bahannya mudah. Kalau yang rasa, seperti stroberi, kami pakai asli sehingga rasanya khas," papar dia.
Untuk penjualan secara sudah mencapai area Jawa, seperti Bogor, Bekasi, Yogyakarta, Semarang, Lamongan, Magetan hingga beberapa tempat lain.
"Harapannya es jadul 90-an ini tidak hanya di area jawa tapi tersebar di seluruh Indonesia hingga luar negeri," tandasnya.
Yusuf mengakui selama ini proses penjualan tidak selalu untung, adakalanya juga rugi. Biasanya penghujan itu penjualan menurun termasuk saat kasus Covid-19 kemarin.
"Kalau cuaca panas itu penjualan meningkat. Rata-rata omset perbulan itu Rp 20 juta hingga Rp 40 juta," pungkas dia.
Kontributor : Ari Welianto