"Ini tidak akan berhasil jika hanya satu orang yang menginginkannya dan yang lain tidak, karena itu dapat menimbulkan rasa benci," kata Dr Collier.
"Beberapa orang tidak ingin tidur sendirian dan itu membuat mereka merasa buruk. Kemudian mereka harus mencapai kesepakatan yang setara, keputusan yang adil untuk keduanya."
Dr Brockmann setuju.
"Bagi orang yang memiliki masalah, baik itu mendengkur, berjalan dalam tidur atau kaki yang tak bisa diam, itu akan sulit.
Baca Juga:Sejarah Kampung Balong, Kawasan Pecinan Terbesar di Solo
“Karena ada orang yang tidak suka [tidur di tempat tidur terpisah] ... Secara umum, pria lebih enggan melakukannya," katanya.
Studi yang ada menunjukkan bahwa tren ini telah berkembang, setidaknya di beberapa negara.
Di Inggris, National Bed Federation (Federasi Tempat Tidur Nasional) menemukan bahwa pada 2020 hampir satu dari enam atau 15% pasangan Inggris yang tinggal bersama sekarang tidur terpisah – dengan sekitar sembilan dari 10 atau 89% pasangan dari mereka tidur di kamar terpisah.
Sebuah survei yang dikeluarkan The Sleep Council (Dewan Tidur) pada 2009 mengungkapkan bahwa kurang dari satu dari 10 atau 7% pasangan memiliki tempat tidur terpisah.
"Ini menunjukkan tingkat tidur pasangan yang tidur terpisah naik kira-kira dua kali lipat dalam dekade terakhir," ungkap Federasi Tempat Tidur Nasional.
Baca Juga:Pusing Tak Bisa Jualan, Pedagang Daging Anjing di Solo Ajukan Audiensi
Jadi dalam perihal siapa tidur di mana, tampaknya semakin banyak orang dalam hubungan memprioritaskan mendapatkan tidur malam yang nyenyak.