SuaraSurakarta.id - Hussein Mahmoud Hussein Abutabaq (31), salah satu mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berasal Gaza, Palestina.
Ia sempat hilang kontak beberapa pekan dengan keluarganya di tengah kondisi Palestina yang mencekam akibat serangan Israel.
Hussein bahkan dapat kabar kalau pamannya meninggal setelah diserang tentara Israel. Paman yang lainnya rumahnya dihancurkan dan sepupunya juga meninggal.
"Kondisi keluarga sayangnya tidak bisa dihubungi sama sekali, mungkin satu minggu lebih tidak bisa dihubungi ibu dan adik," ujarnya saat ditemui Suarasurakarta.id di UNS Solo, Kamis (23/11/2023).
Baca Juga:Universitas Surakarta Bukan UNS, Ini Bedanya dengan Universitas Sebelas Maret
"Kemarin juga paman saya sendiri dibunuh, mati syahid insya allah. Kemarin lusa paman yang lainnya rumahnya dihancurkan dan sepupu saya ada tiga meninggal, ada satu lagi sepupu perempuan saya yang kakinya sudah dipotong karena bom," lanjut mahasiswa S2 Manajemen UNS ini.
Hussein mengaku terakhir kontak dengan keluarga itu sudah dua minggu tidak bisa dihubungi. Baru empat hari lalu dapat kabar lewat WhatsApp (WA) saja.
"Mungkin dua minggu tidak bisa telepon. Tapi mungkin empat hari lalu saya dapat kabar lewat SMS, WA sama Messenger saja," katanya.
Dengan serangan brutal Israel itu keluarganya mengungsi di sekolah yang ikut PBB, apalagi rumahnya rusak. Sebenarnya tidak aman juga tapi lumayan buat keamanan.
"Keluarga masih di Gaza Utara belum keluar, di sana masih banyak orang-orang. Keluar mengungsi di sekolah yang ikut PBB," sambung dia.
Hussein menceritakan keluar Gaza untuk kuliah di UNS tahun 2015 lalu. Waktu itu kondisinya sudah mencekam tapi tidak separah saat ini.
"Saat saya keluar itu memang ada serangan tapi kali ini yang kejam sekali," imbuhnya.
Dari awal keluar hingga sekarang belum pulang lagi ke Gaza, karena kondisi saat ini. Apalagi untuk masuk keluar masuk ke sana juga susah, belum tentu juga bisa masuk ke Gaza tapi tidak bisa kembali lagi ke sini untuk kuliah.
Ganggu Aktivitas Kuliah
Kondisi Gaza saat ini pastinya menganggu rakyat Palestina yang ada di luar negeri termasuk di Solo ini. Karena jika ingin fokus kuliah atau mengerjakan tugas dan dapat kabar tidak baik dari Gaza tidak bisa melanjutkan.
"Pas paman meninggal itu, saya mau belajar atau apa tidak bisa fokus. Pastinya sangat menganggu," jelas dia.
Hal senada juga disampaikan mahasiswa UNS asal Palestina, Doaa Jameel Alramlawi (29) yang tidak bisa menghubungi keluarganya di Gaza.
"Banyak yang tidak dihubungi, kalaupun bisa kira-kira tiga sampai lima hari sekali baru bisa dihubungi," papar mahasiswa S2 Administrasi Publik ini.
Mereka berdua pun mengucapkan terima kasih kepada UNS yang telah memberikan beasiswa. Sehingga bisa buat melanjutkan kuliah dan melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi umat Islam.
"Senang sekali karena Indonesia dan Palestina adalah saudara. Jadi ini bentuk persaudaraan dua bangsa yang sama-sama muslim," tandas mereka.
Kontributor : Ari Welianto