Desistensi melihat multi-faktor, tentang potensi seseorang untuk berhenti menjadi pelaku teror. Faktor tersebut terdiri atas tiga kanal, kanal pertama memuat parameter kebutuhan dasar (needs), narasi dan jaringannya (networks).
"Maka peristiwa ini menjadi titik balik kita untuk lebih aware terhadap aksi terorisme. Ada banyak yang harus dilakukan," jelas dia.
Di antaranya menurut Ardi, aparat penegak hukum supaya memperkuat keamanan wilayah/ kantor (target hardening), karena peristiwa semacam ini dapat menjadi detonasi terjadinya aksi serupa di wilayah-wilayah lain.
Kemudian untuk takeholder yang membidangi intervensi pelaku teror, supaya lebih tajam dalam mengidentifikasi permasalahan ideologis, selain itu program intervensi yang diberikan harus tepat pada kebutuhan para sasaran program," paparnya.
Baca Juga:Aiptu Sopyan Gugur Dalam Tugas Jadi Korban Bom Bunuh Diri Polsek Astanaanyar
"Terorisme adalah fenomena nyata. Terorisme bukanlah konspirasi dan buatan dari aparat, melainkan merupakan permasalahan sosial yang selalu ada dalam setiap era dan setiap masa," kata dia.