SuaraSurakarta.id - Cerita Gusti Raden Ayu (GRay) Devi Leylana, dan GRay Ratih Widyasari yang tak bisa menemui sang ayah yakni Sinuhun PB XIII di Ndalem Sasono Narendra, Keraton Kasunanan Surakarta memantik rasa keprihatinan dari berbagai pihak.
Termasuka adik raja Keraton Solo, Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger.
GPH Puger mengungkapkan terdapat pesan dari leluhur, untuk mengedepankan rasa dan etika, yang dimana harus bisa memilah urusan pekerjaan maupun pribadi bapak dan anak.
"Karena ada pesan dari leluhur dan sebagai undang undang juga, kalau Sultan Agung itu di buku Sastro Gendingnya, yakni sastro sendiri adalah etika. Orang jawa dulukan kalau berbicara ora tau ngerti sastro, berarti ora ngerti tatanan," ungkap Puger, Senin (5/9/2022).
Baca Juga:Waduh, Kerbau Keturunan Kyai Slamet Keraton Kasunanan Surakarta Kembali Meninggal, Ini Penyebabnya
"Tidak diakui sebetuklnya sebagai darah, karena Sultan Agung pada waktu itu janjinya kepada Allah sebetulnya, dan dicatat oleh Jibril. percoyo keno ning ojo maido, karena ini memang koneksinya ke sana," paparnya.
Sementara gending sendiri, lanjut dia adalah simphoni persatuan dari alat musik yang beragam. Artinya bedakno antara pakarti lan pribadi.
"Saya di Keraton sebagai birokrasi dan bekerja, kalau pribadi kamu saudaraku dan kamu anakku. Tapi jangan dicampur, kalau pribadi dicampur dengan pekerjaan itu nanti ruwet rusek, kan begitu. Contoh, kalau lurah sama bayan baru ada konflik apakah rakyatnya di diamkan saja mencari surat, kan enggak kan," urai Putra PB XII tersebut.
Lanjut Puger, dirinya melihat konflik keraton raja dan anaknya ini satu sama lain tidak bisa mengurai antara urusan pekerjaan dan pribadi.
"Kalau itu memang putranya mbok sudah ditemuin saja kenapa. Mungkin anaknya kangen dengan bapaknya begitu juga sebalikmua. Jadi rasa emosi itu harus dihilangkan dulu," tuturnya.
Puger juga berpendapat bahwa perlu adanya pembenahan di dalam kerabat sendiri, bermanagemen pribadi, seperti yang ciceritakannya sejak jaman leluhur sudah ada aturan aturannya.
"Jadi ini perlu adanya managemen pribadi, jadi sekali lagi saya tidak menggurui hlo ya. Seperti yang sudah diajarkan pada leluhur kami. Lha hubungane apa tow, hubungane kangen sama bapaknya itu kan pribadi. Nah tapi kalau dikaitkan dengan pakarti ya bisa, tapi perlu penguatan yang luar biasa," tegasnya.
"Kalaupun mereka datang menggunakan bolo dan senjata, nah seperti itu boleh di cut. Tapi kan dia baik baik mau sungkem ke ayahanda jadi ya baik saja dan sebetulnya juga aman aman saja hlo.Tapi kalau dicampur antara pakarti dan pribadi ini yang sulit tidak bisa mengurai. Saya prihatin sebenarnya," ungkap Puger.
Menurutnya, perlu adanya ajaran ajaran para leluhur untuk dicamkan oleh baik sentono dalem, keluarga lain, bahwa ajaran leluhur ini tersebut luar biasa perlu adanya pemahaman baik untuk kebutuhan keluarga maupun masyarakat secara luas.
"Saran saya, harus bisa membedakan dan jangan disamakan pakarti dan probadi tadi. Biar jelas nanti uraiannya," jelasnya.
Kontributor : Budi Kusumo