Bersusah-payah, Dhania dan keluarganya akhirnya bisa kabur dari wilayah ISIS sebelum kemudian dievakuasi oleh tim dari Pemerintah Indonesia pada Agustus 2017.
"Jadi pesannya, ketika menemukan informasi apapun selalu teliti kembali dari sumber yang lain atau orang yang lebih paham," tutup Dhania yang ketika itu hadir pula Nailah, kakaknya.
Hari ini, Dhania aktif menulis berbagai artikel termasuk mengisi berbagai kegiatan untuk edukasi anak-anak muda agar tidak “tergelincir” sepertinya. Selain itu, Dhania juga sedang merintis bisnis.
Narsumber lain pada kegiatan itu, Joko Tri Harmanto alias Jack Harun, mantan narapidana terorisme (napiter), menyebut untuk membendung radikalisme dan terorisme semua komponen harus bersama-sama, mulai dari pemerintahan, dunia pendidikan hingga masyarakat.
Baca Juga:Polisi Disebar ke Sekolah-sekolah untuk Cegah Ajaran Khilafatul Muslimin
"Orang-orangnya kalau diciduk (ditangkap) mudah, tapi membendung pahamnya itu yang sulit. Kalau dikuatkan masyarakatnya, dari RT sampai kelurahan, maka masyarakatnya jadi cerdas dengan begitu paham-paham seperti itu akan tertolak dengan sendirinya," kata Jack yang juga Ketua Yayasan Gema Salam sekaligus pengusaha warung Soto Bang Jack.
Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, Haerudin, memaparkan radikalisme adalah paham atau aliran yang menghendaki secara cepat perubahan sosial dan politik. Tingkatannya mulai dari paham atau aliran, sikap hingga melakukan tindakan perlawanan dengan kekerasan untuk tujuan secara cepat tadi.
"Sebenarnya bukan untuk agama, tetapi menggunakan siasat agama," kata Haerudin.
Dia mengakui, butuh peran dari instansi terkait, termasuk sekolah-sekolah hingga masyarakat luas untuk bersama-sama mencari solusi persoalan ini.
"Data masih kesulitan (konteks pendidikan), berapa sih siswa yang sudah terpapar radikal, terorisme, intoleran. Datanya itu dinamis sekali, apalagi (mungkin) di Jawa Tengah ini," tambahnya.
Baca Juga:AS Tangkap Hani Ahmed Al-Kurdi Tokoh Utama ISIS Di Suriah
Sutradara film Seeking The Imam, Rahmat Triguna alias Mamato, menyebut dirinya terketuk membuat film dokumenter itu karena terketuk melihat fenomena itu.