SuaraSurakarta.id - Menjelang suksesi Pura Mangkunegaran ada kekhawatiran tersendiri bagi sebagian kerabat atas kandidat selanjutnya.
Mereka beralasan bahwa tidak ingin terulang kembali pelepasan aset Mangkunegaran.
Hal itu diutarakan Raden Mas Tumenggung (RMT) Momi S Satyotomo yang kini menjabat sebagai Ketua I HKMN Suryo Sumirat.
Dirinya menjelaskan, penjualan aset yang berlanjut ini ditakutkan sebagian para kerabat yang tergabung dalam wadah Himpunan Kerabat Mangkunegaran (HKMN).
Baca Juga:Paundra Curhat ke Medsos Soal Takhta Raja Mangkunegaran: Perkataan Saya Adalah Bom Waktu
Dari penelusuran berbagai sumber di kalangan kerabat kalau pelepasan aset itu diantaranya adalah penjualan mesin-mesin bekas Pabrik Obat Nyamuk yang berada di Tawangmangu yang saat itu dibangun oleh KGPAA Mangkunegoro VII.
Waktu itu, menurutnya penjualannya terkesan tertutup, dan baru diketahui mesin bernilai histori sejarah tersebut sudah terlanjur masuk ke penerima besi bekas.
"Pabrik obat nyamuk itu merupakan bukti sejarah kalau Mangkunegoro VII kala itu peduli untuk memberantas wabah malaria," ungkapnya.
Pelepasan aset lainnya diantaranya Ndalem Kepatihan Partaningrat. Bahkan sampai pada Studio Radio Publik Pertama di Indonesia (SRV) jatuh ke tangan swasta.
"Padahal pancaran gelombang radionya diterima dengan jelas di Istana Kerajaan Belanda," tandasnya.
Terpisah, disampaikan Kanjeng Raden Tumenggung Haryo (KRTH) Hartono Wicitro Kusumo sebagai Ketua Yayasan Tri Darmo Mangkunegaran.
Baca Juga:Profil Paundrakarna: Aktor Sinetron Calon Penerus Tahta Pura Mangkunegaran Solo
Dirinya juga mengungkapkan bahwa masih ada pelepasan aset yang tidak tahu menahu hasilnya digunakan untuk apa.
"Pasalnya masih ada pelepasan aset yang tidak karuan dananya masuk kemana," jelasnya.
Bahkan tanda tangan almarhum Mangkunegoro IX masih digunakan untuk pelepasan aset tersebut, tambahnya. Padahal secara hukum proses pelepasan seharusnya batal demi hukum karena tanda tangan tidak berlaku lagi.
Inilah yang menjadi kekhawatiran bila diteruskan oleh kandidat penerus Mangkunegoro IX. Dirinya menegaskan bahwa langkah pelapasan aset seperti ini untuk berikutnya tidak boleh terjadi lagi.
"Pelepasan aset menggunakan tanda tangan, ke depannya tidak boleh terjadi lagi," jelasnya.
Hal itu yang akhirnya membuat Himpunan Kerabat Mangkunegaran (HKMN) dan keturunan Punggowo Baku Kawandoso Joyo Mangkunegoro I bersikap meski tidak dilibatkan dalam pengelolaan aset aset itu.
"Kita tetap bersikap bahwa figur Mangkunegoro X harus bersih tidak terlibat dalam pelepasan aset dan mengakomodir punggawa baku dan tiga pilar," jelasnya.
Sementara untuk tiga pilar yang dimaksud yaitu :
- Jumeneng Mangkunegoro sebagai Pengageng Pura. Dalam hal ini yang menjalankan kebijakan dan manajemen Puro sebagai Pusat Budaya Jawa.
- Himpunan Kerabat Mangkunegaran (HKMN) Suryo Sumirat mengorganisir dan mempersatukan Kerabat Mangkunegaran.
- Yayasan Suryasumirat sebagai Badan Hukum yang Pembinanya terdiri dari wakil Trah Mangkunegara I sampai dengan IX serta Trah Punggawa Baku MN I.
Mengenai hal itu, HKMN sudah mengirim surat kepada yang berwenang yaitu Prameswari Mangkunegoro lX beserta GRAy Retno Satoeti selaku Ketua Yayasan Soerya Soemirat.
"Kita sudah mengirim surat kepada Prameswari Mangkunegoro IX dan GRAy Retno Satoeti untuk mengingatkan kembali posisi dan fungsi Tiga Pilar tersebut," ungkap mantan Ketua HKMN Pusat.
Terkait kandidat Adipati Mangkunegoro selanjutnya, Hartono melihat semua bagus. Seperti putra Mangkunegoro IX yakni Paundra Jiwa Suryanegara, dan GPH Bhre Cakrahutomo.
Begitu juga kandidat ketiga adalah Cucu Mangkunegoro VIII, Kanjeng Raden Mas Haryo (KRMH) Roy Rahajasa Yamin.
Belakangan menurutnya, kalangan kerabat menilai figur Roy mewarisi filosofi Tiji Tibeh (mati satu mati semua) dan Hanebu Sauyun (berkumpul dalam satu tebu).
"Baru-baru ini Kanjeng Roy juga berziarah di makam Punggawa Baku."
"Kendati demikian, kami tetap netral dalam suksesi Pura Mangkunegaran. Raja adipati Pura Mangkunegaran ada pada kewenangan keluarga inti," jelasnya.
Kontributor : Budi Kusumo