SuaraSurakarta.id - Viralnya video sejumlah santri yang menutup telinga saat mendengar sebuah musik dan lagu menimbulkan pro dan kontra di kalangan warganet.
Melihat itu, Tokoh muda Nahdatul Ulama (NU) Nadirsyah Hosen atau biasa disapa Gus Nadir langsung memberikan komentar menohok.
Hal serupa sempat juga diutarakan budayawan Sudjiwo Tedjo.
Gus Nadir sedari awal menduga santri tersebut merupakan para penghafal Al-Qur'an. Sehingga dengan menutup telinga saat terdengar suara musik itu demi menjaga hafalannya.
Baca Juga:Viral Video Santri Tutup Kuping saat Ada Musik, Putri Gus Dur: Bukan Indikator Radikal
"Karena hafalan memang mesti dijaga dan diulang2 terus. Jadi belum tentu semua santri yg gak mau dengar musik karena sdg menghafal Quran itu akibat menganggap musik haram," cuit Gus Nadir melalui akun twitter @na_dirs.
"Sikap para santri di video yg menutup telinganya itu bagus. Mereka tdk ngamuk atau memaksa musik dimatikan," lanjutnya.
Pria berusia 47 tahun ini menegaskan jika sikap para santri dan ustaz yang ada divideo tersebut sudah sangat toleransi.
Karena dengan cara seperti itu, para santri menghargai panitia vaksinasi tanpa meminta musik dimatikan.
"Justru disana terlihat toleransi ustad dan santri utk memilih menutup telinga & menjaga diri ketimbang memaksakan paham mereka dg cara kekerasan," ungkap Gus Nadir.
Baca Juga:Bela Sikap Para Santri Tutup Telinga Saat Dengar Musik, Gus Nadir: Mereka Sangat Toleransi
Dia pun mengingatkan kepada masyarakat terutama warganet jangan buru-buru mencap seseorang radikal. Jika tingkah seserong tersebut tidak sama seperti dilakukan masyarakat pada umumnya.
"Bukankah esensi toleransi ada di sana? Jadi jangan buru2 mengaitkan mereka dg paham Islam garis keras hanya krn mrk berbeda pemahaman," tandasnya.
Seperti diketahui, belakangan ini media sosial diramaikan dengan beredarnya video sejumlah santri kompak menutup telinga saat mengikuti vaksinasi terdengar suara lagu.
Video tersebut lantas menuai pro kontra di masyarakat. Terutama bagi kalangan yang kontra, mereka menganggap dan mengkhawatirkan para santri itu terpapar paham radikalisme.
Kontributor: Fitroh Nurikhsan