Kisah Sarjono, Kades Pertama di Sukoharjo yang Jadi Relawan Tim Pemakaman Jenazah Covid-19

Sarjono yang berprofesi sebagai kepala desa ini terpaksa turun tangan menjadi tim pemakaman jenazah Covid-19, begini kisahnya

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 23 Juli 2021 | 17:15 WIB
Kisah Sarjono, Kades Pertama di Sukoharjo yang Jadi Relawan Tim Pemakaman Jenazah Covid-19
Kades Krajan Kecamatan Gatak, Sukoharjo, Sarjono (saat menunjuk) saat bersama relawan tim pemulasaran dan pemakaman jenazah Covid-19. [Istimewa]

SuaraSurakarta.id - Meski berstatus sebagai pemangku wilayah yakni sebagai kepala desa (Kades) Krajan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo tidak membuat Sarjono hanya berdiam diri pada pandemi COvid-19 ini.

Ia tergerak hatinya terjuan langsung menjadi relawan tim pemulasaran dan pemakaman jenazah Covid-19. Bahkan bisa dikatakan sebagai kades pertama di wilayah Sukoharjo yang turun langsung menjadi tim pemakaman jenazah Covid-19

"Kalau satu kabupaten saya lihat belum ada. Di tingkat kecamatan pun tidak ada," ucap Sarjono saat ditemui, Jumat (23/7/2021). 

Ia rela menjemput jenazah pasien dari rumah sakit dengan mengemudi langsung ambulance hingga proses pemakaman sampai larut malam.

Baca Juga:Beroperasi Besok, Melongok Persiapan Mesin Krematorium Jenazah Covid di TPU Tegal Alur

Sarjono, terjun pada misi kemanusiaan ini sejak awal munculnya kasus Covid-19 pada 2020 lalu. Tapi mulai intens itu ketika kematian akibat Covid-19 melonjak tinggi pada 2021 ini. 

"Saya prihatin dengan kasus Covid-19 yang kondisinya terus meningkat. Banyak masyarakat yang meninggal dan berdampak," ujar 

Ia tidak merasa malu atau minder meski sebagai Kades harus turun langsung ikut pemulasaran dan memakamkan jenazah yang meninggal karena Covid-19. 

Ia ingin memberi contoh dan mengedukasi kepada masyarakat atau pemangku wilayah lain agar mau bergerak ikut terlibat. 

"Sekarang ini kalau tidak ada contoh dulu, masyarakat tidak akan mau. Mengapa saya nyupir ambulance sendiri tidak orang lain, kalau saya tidak nyupir sendiri masyarakat tidak mau ikut meski diajak karena takut," kata dia.

Baca Juga:Tak Percaya Covid-19, Kades Jenar Tetap Dianggap Pahlawan: 2 Tahun Bayari PBB Warganya!

Saat ikut proses pemakaman langsung juga sama. Jadi masyarakat tidak perlu takut, protokol kesehatan tetap harus terapkan. 

"Ini semua bukan karena saya ingin mencari popularitas. Jadi saya mengajak tapi juga memberi contoh langsung, perkara masyarakat mau ikut atau tidak terserah," ungkapnya.

Rata-rata dalam satu hari memakamkan enam jenazah Covid-19 di sejumlah desa dan itu timnya belum banyak. Pernah juga dalam satu itu memakamkan 10 jenazah dan itu harus berpindah dari satu desa ke desa hingga malam. 

"Sebenarnya saya tidak membatasi harus memakamkan berapa jenazah, tergantung kondisi saja. Terbanyak itu memakamkan 10 jenazah, satu desa bisa tiga hingga empat jenazah," terangnya. 

Sarjono menceritakans, awal-awal pandemi ia bertugas ditingkat daerah Sukoharjo, kemudian menginisiatif fokus di tiga daerah, yakni Gatak, Baki, dan Kartasura. Dulu hanya lima orang relawan untuk tiga kecamatan, tapi sekarang mencapai 20an orang.

"Awalnya di daerah fokus semua wilayah, lalu saya berinisiatif hanya foksu di tiga wilayah dankita saling backup. Dari lima orang,  lama-lama masyarakat banyak yang tergerak dan bergabung jadi relawan," sambung dia. 

Ia beralasan kenapa fokus ditiga wilayah, karena kalau menunggu relawan terlalu lama, jadi bersama teman lainnya berinisiatif fokus di tiga wilayah. Karena jarak yang ditempuh itu butuh waktu perjalanan, jadi keluarga harus menunggu. 

"Pernah ada yang meninggal pukul 21.00 WIB dan harus pemakaman, tim pemakaman baru sampai sekitar pukul 00.00 WIB. Akhirnya punya ide fokus di tiga wilayah, waktunya pun lebih cepat, baik pengambilan jenazah hingga pemakaman serta meringankan beban relawan lain," paparnya.  

Sebelum menjadi relawan Covid-19, Dia sudah menjadi relawan cukup lama. Pernah terjun sebagai relawan saat bencana gempa di Yogyakarta, lalu bencana tsunami di Aceh serta beberapa daerah lain. 

Jadi pengalamannya itu membuat jiwa kemanusiaan terus berlanjut hingga saat ini meski tidak dibayar dan menyita waktu. "Saya mulai suka itu saat gempa di Yogyakarta dan Tsunamu di Aceh. Terus ketagihan dan selaku ikut kalau ada bencana," imbuhnya. 

Ketika pandemi Covid-19 muncul, dia langsung tergerak menjadi relawan meski resikonya tinggi. "Keadaannya sepert ini kita bisa berperan apa, kalau saya seperti itu. Saya kalau tidak ikut dan hanya diam saja, itu rasanya gelo," pungkas dia. 

Kontributor : Ari Welianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak