SuaraSurakarta.id - Peredaran narkotika diketahui marak terjadi di rumah tahanan (Rutan) di wilayah DKI Jakarta.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasona Laoly mendapatkan desakan dari berbagai pihak untuk segera mencopot Liberty Sitinjak dari jabatannya sebagai Kakanwil Kemenkumham DKI Jakarta.
Pakar kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah menjelaskan, akar permasalahan dalam tata kelola manajemen rutan dan lapas sudah mendarah daging.
Kejadian praktik-praktik peredaran narkoba di dalam Rutan Salemba, adanya bilik penjara di Rutan Cipinang untuk transaksi jual beli sabu-sabu atau yang akrab disebut apotek narkoba, hingga peredaran narkoba yang dikendalikan napi penghuni Lapas Cipinang.
Baca Juga:Siap Bantu Yasonna, Wamenkumham Bakal Pelajari Masalah di Kemenkumham
"Perbaikan sistem seperti apa, ya diganti atau dicopot (Kakanwilkumham DKI Jakarta). Ini kan bagian dari reformasi juga," kata Trubus seperti dilansir AyoJakarta.com-jaringan Suara.com, Kamis (21/1/2021).
"Berbagai kejadian itu mencoreng lembaga pemasyarakatan dan sepertinya tidak pernah ada penyelesaian secara tuntas. Kejadian-kejadian tersebut secara sistemik, sehingga sangat mendadak harus dilakukan perbaikan sistem," paparnya.
Koordinator Gerakan Pemuda dan Mahasiswa (Gepma), Albar menjelaskan, desakan pencopotan Liberty Sitinjak itu dilakukan secara nyata melalui aksi di lapangan. Gepma menggelar aksi di depan Kantor Kemenkumham di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (20/1/2021).
Menurut Albar, mereka datang di Kantor Kemenkumham tersebut untuk menuntut serta mendesak agar Yasonna Laoly sesegera mungkin mencopot Liberty Sitinjak.
Albar menjelaskan alasan Liberty Sitinjak dicopot dikarenakan tidak dapat membenahi tata kelola rutan dan lapas yang berada di wilayah Jakarta.
Baca Juga:DPR Harap Keberadaan Wamenkum HAM Bisa Bantu Yasonna Selesaikan RUU KUHP
"Sejak Februari 2020 berbagai masaah muncul. Ada tujuh poin yang kami nilai Kakanwil Kemenkumham DKI gagal saat menjalankan tugas,” tegas Albar.
Dia menjelaskan beberapa masalah, di antaranya adanya praktik peredaran narkoba di Rutan Cipinang dan Rutan Salemba.
Albar menambahkan, beberapa kasus yang terjadi yakni peredaran 8 kilogram sabu-sabu di Rutan Salemba, maraknya bisnis narkotika yang dikendalikan di Rutan Cipinang, penyewaan AC di Rutan Cipinang, dan lemahnya kontrol pengawasan terhadap narapidana.
“Salah satunya pemberian izin narapida narkoba dengan hukuman lebih dari 15 tahun berobat keluar rutan dan menyewa kamar VVIP di rumah sakit selama lebih dari dua bulan, serta membuat pabrik ekstasi di kamar tersebut,” paparnya.