SuaraSurakarta.id - Abu Bakar Baasyir dipastikan telah dibebaskan dari Lapas Gunung Sindur, Jawa Barat, Jumat (8/1/2021), pagi.
Dalam pernyataan tertulis, Kepala Lapas Khusus Klas IIA Gunung Sindur Mujiarto mengatakan Baasyir dibebaskan setelah melewati proses administrasi dan protokol kesehatan pencegahan dan penanggulangan Covid-19.
Menurutnya, Baasyir telah menjalani rapid test antigen dan hasilnya negatif.
"ABB [Abu Bakar Baasyir] diserahterimakan dengan pihak keluarga dan tim pengacara yang datang menjemput, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang di antaranya adalah membawa surat hasil Tes Swab COVID-19 negatif," kata Mujiarto.
Baca Juga:Abu Bakar Baasyir Bebas, Media Asing Soroti Efek Ideologisnya
Ditambahkannya, perjalanan Baasyir menuju kediaman di Sukoharjo, selain didampingi keluarga dan tim pengacara, juga dilakukan pengawalan oleh Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Pembebasan Baasyir dibenarkan juru bicara Ponpes Al-Mukmin Ngruki Endro Sudarsono.
"Tadi dikabari jam 05.24 WIB, ustaz Ba'asyir sudah bebas," kata Endro kepada wartawan di Solo, Fajar Sodiq, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Endro memastikan tidak ada acara penyambutan khusus di ponpes.
Dia menambahkan keluarga telah menjemput dan kini sedang dalam perjalanan menuju Ponpes Islam Al Mukmin Ngruki mengunakan jalur darat. Diperkirakan rombongan tersebut menempuh perjalanan sekitar delapan jam.
Baca Juga:Apa yang Bakal Terjadi Usai Abu Bakar Baasyir Bebas?
"Jumlah mobil yang ikut mendampingi penjemputan itu ada empat mobil," kata Endro.
BBC News Indonesia menerima foto yang memperlihatkan Baasyir telah berada di dalam sebuah mobil bersama empat orang lainnya. Salah satunya adalah putranya, Abdul Rochim.
Sementara itu, sejumlah korban Bom Bali memberi tanggapan berbeda atas pembebasan Baasyir. Salah seorang di antara mereka mengaku was-was, namun dia akan berupaya memaafkan pria tersebut.
Pria berusia 82 tahun itu dianggap sebagai pemimpin spritual Jemaah Islamiah, sebuah kelompok yang terinsipirasi al-Qaeda dan melakoni serangan bom di Bali pada 2002 sehingga menewaskan 202 orang.
- Abu Bakar Ba'asyir akan bebas: Akankah berpengaruh pada bangkitnya sel-sel teroris yang tidur?
- Abu Bakar Ba'asyir bebas: tetap tolak taat Pancasila, 'akan berdakwah kalau memungkinkan'
- Kompensasi untuk korban aksi terorisme: 'Sejak saya kena bom tahun 2003, sudah tiga presiden ganti, dan kompensasi belum ada sampai sekarang'
- Cerita korban teror bom yang 'dilupakan' negara: Dihantui depresi, diusir dari kontrakan, dan menanggung utang, '16 tahun saya berjuang sendiri'
Theolina Marpaung, Sekretaris Paguyuban Korban Bom Bali, mengaku risau dengan pembebasan Baasyir.
"Sebagai masyarakat saya sedikit was-was dengan keluarnya beliau karena apa yang dia lakukan sebelumnya. Rasa was-was itu juga tidak bisa saya pendam terus. Saya bawa juga dalam doa, semoga beliau menjadi lebih baik lagi," kata Theolina kepada wartawan di Bali, Anton Muhajir, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Theolina berharap agar Baasyir dan semua pelaku Bom Bali yang sudah keluar dari penjara agar tetap diawasi.
Hal senada diutarakan Garil Arnandha, yang ayahnya meninggal dunia akibat ledakan Bom Bali pada 2002.
"Saya berharap pemerintah harus benar-benar mengawasi dengan penuh segala kegiatan beliau agar menjaga keamanan negara," katanya kepada wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin.
Dia sejatinya tidak setuju Baasyir dibebaskan karena, menurutnya, yang bersangkutan "masih sangat berbahaya dan berpotensi akan menghidupkan terorisme di Indonesia".
"Bahkan semenjak dipenjara pun dia menolak mengikuti progam deradikalisasi dari pemerintah. Dan pada tahun 2019 ketika akan dibebaskan dengan program pembebasan bersyarat dia menolak karena enggan mendatangani dokumen setia Pancasila dan NKRI," katanya.
Walau Baasyir disebut-sebut tak lagi memiliki pendukung sebanyak dulu, Garil mewanti-wanti para pendukungnya "adalah manusia yang jika dipengaruhi hal-hal negatif bisa berbuat apa saja".
Berusaha memaafkan
Secara pribadi, Theolina menegaskan dirinya akan berupaya memaafkan Baasyir, walau mengalami sakit akibat insiden Bom Bali.
"Saya sendiri sudah berjanji dalam iman saya sejak 2002. Waktu itu kedua mata saya sakit sekali, begitu juga wajah saya. Saya sudah memakai painkiller, tetapi tidak sembuh-sembuh. Saya kemudian berdoa kepada Tuhan agar supaya sakitnya diambil. Saya bernadzar kalau Tuhan mencabut rasa sakit ini, saya akan lakukan apapun yang Tuhan perintahkan.
"Jadi, walaupun bagi orang lain sulit memaafkan, saya akan berusaha (memaafkan) karena saya sudah berjanji," katanya.
- 'Saat umur 10 tahun, saya lihat jenazah ayah hangus': Cerita anak yang memendam trauma Bom Bali selama 17 tahun
- Putra Amrozi, pelaku Bom Bali 1: 'Saya tak ingin anak saya seperti saya, sempat merasa seperti sampah dan dikucilkan'
- Pengakuan napi terorisme yang 'menolak' ikut baiat ISIS: 'Saya was-was sekali, kalau lengah, bisa lewat'
Endang Isnanik, ibu Garil Arnandha, mengatakan bahwa dirinya "sudah memaafkan".
"Dia sudah menjalani hukuman atas perbuatannya. Saya berharap mereka benar-benar kembali ke jalan yang benar. Kekhawatiran tetap ada, tapi positive thinking saja," katanya.
Sebelumnya, Kepala bagian humas dan protokol Direktorat Jenderal Permasyarakatan Rika Aprianti mengatakan Baasyir bebas dari Lapas Khusus Kelas IIA Gunung Sindur pada Jumat (8/1) "sesuai dengan tanggal ekspirasi atau berakhirnya masa pidana".
Baasyir telah menjalani hukuman selama 11 tahun dari 15 tahun vonis hukuman penjara karena dinyatakan bersalah dalam kasus mendanai pelatihan terorisme di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia pada Juni 2011.
Baasyir mendapat total remisi sebanyak 55 bulan, terdiri dari remisi umum, dasawarsa, khusus, Idul Fitri dan remisi sakit.
Menyusul serangan bom Bali pada 2002, Baasyir ditetapkan sebagai tersangka dan divonis dua tahun enam bulan setelah dinyatakan berkomplot dalam kasus terorisme tersebut. Setelah bebas pada Juni 2006, ia kembali ditahan pada Agustus 2010 dengan tuduhan terkait pendirian kelompok militan di Aceh.
Baasyir mendirikan Jamaah Anshorut Tauhid setelah keluar dari Jamaah Islamiah, yang dinyatakan berada di belakang bom Bali 2002 dan beberapa kasus terorisme.