SuaraSurakarta.id - Produsen tempe dan tahun di sejumlah daerah mogok produksi pada awal tahun sebagai bentuk protes lonjakan harga komoditas kedelai di pandemi Covid-19. Lonjakan harga komoditas kedelai memicu kritik dari sejumlah kalangan terhadap pemerintah.
Bekas Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain dengan kalima satire menyindir perhatian pemerintah terhadap para produsen tahu tempe.
"Harga kedelai naik dari 6.000-an jadi 9.000-an rupiah. Pengrajin tahu tempe mogok produksi... Sabar... Mau apalagi? Siapa yang mau disalahkan? Di negeri ini berani menyalahkan pejabat, bakal dibully bahkan dimaki-maki... Dah gitu ajalah..." kata Tengku melalui media sosial, Senin (4/1/2021).
Pemerintah harus mengambil kebijakan yang cepat dan tepat guna mengatasi pangkal persoalan aksi mogok produsen tahu tempe di berbagai daerah, kata anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan.
Baca Juga:Setiap Hari Harga Tahu Naik Rp100 di Palembang, Pedagang Kebingungan
Johan mengatakan prihatin atas meroketnya harga kedelai yang berdampak serius terhadap kelangsungan usaha dari ribuan UKM serta terjadinya mogok produksi produsen tahu dan tempe.
Menurut dia, lonjakan harga kedelai disebabkan karena ketergantungan dengan impor dan lemahnya tata kelola perniagaan kedelai lokal.
"Saat ini pemerintah harus sadar bahwa ketergantungan impor pasti berdampak serius terhadap stabilitas harga dan ketahanan pangan kita," kata Johan, kemarin.
Untuk mengatasi gejolak harga kedelai saat ini, Johan mendorong agar segera memberdayakan para petani kedelai lokal serta mengelola harga jualnya agar tidak kalah bersaing dengan produk impor.
Pemerintah diharapkan segera mengambil kebijakan stabilisasi harga kedelai untuk menyelamatkan keberlangsungan usaha dari produksi tahu dan tempe.
Baca Juga:Perajin Tahu Tempe Mogok Produksi, Kemendag: Stok Kedelai Melimpah
"Apalagi pada masa pandemi ini harus ada prioritas untuk membantu ribuan usaha kecil menengah berbasis pemberdayaan produk lokal agar ekonomi nasional segera pulih," ujar Johan.
Ia mengingatkan realisasi luas panen tanaman kedelai selama 2020 hanya mencapai 40,04 persen dari target yang telah ditetapkan pemerintah.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah perlu memberikan perhatian serius kepada petani kedelai lokal dan fokus mengembangkan kawasan komoditas kedelai terutama kawasan utama kedelai di empat provinsi, yakni Jatim seluas 78.937 hektare, Jateng seluas 39.248 hektare, Jabar seluas 37.393 hektare serta NTB seluas 30.864 hektare.
"Saya minta pemerintah segera melakukan langkah pengembangan kawasan utama kedelai seluas 127.419 hektare untuk peningkatan produktivitas dan melakukan ekstensifikasi agar kita tidak lagi tergantung dengan impor kedelai," katanya dalam laporan Antara.
Johan mendesak pemerintah untuk bekerja keras pada tahun 2021 ini untuk meningkatkan produksi kedelai lokal karena tahun 2020 angka produksi kedelai hanya mencapai 0,323 juta ton, jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.
Aksi mogok produksi yang dilakukan perajin tahu dan tempe wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi berlangsung sejak Kamis (31/12/2020). Aksi yang dipicu naiknya harga kedelai, akan berakhir pada Minggu (3/1/2021).
Ketua Bidang Hukum Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia Fajri Safii dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/1/2020) mengatakan aksi mogok produksi tersebut terpaksa dilakukan mengingat harga kedelai naik hingga 35 persen.
Menurut dia, saat ini lonjakan harga kedelai mencapai kisaran Rp9.000 sampai Rp10.000. Sedangkan, harga kedelai pada bulan lalu, ungkapnya, hanya di kisaran Rp7.000 sampai Rp7.500.
"Kenaikan harga kedelai sebesar itu menyebabkan para pengrajin tahu mogok produksi karena tidak sanggup lagi membeli kedelai," kata Fajri Safii.