SuaraSurakarta.id - Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggelar kirab hajad dalem malam selikuran pasa je 1958, Kamis (20/3/2025) malam.
Ada ratusan abdi dalem, sentana dalem hingga kerabat keraton yang mengikuti kirab malam selikuran dari Kori Kamandungan menuju kupel segaran Taman Sriwedari dengan melewati Jalan Slamet Riyadi.
Kirab malam selikuran dipimpin langsung oleh Raja Keraton Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII yang didampingi Permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Paku Buwono. Tampak putra putri dalem juga ikut dalam kirab malam selikuran tersebut.
Dalam kirab malam selikuran mereka membawa lampion, lampu ting dan jodang yang berisi makanan.
Baca Juga: Ramadan Booyah! Keseruan Turnamen Free Fire di Solo Techonpark, Ratusan Player Ikut Serta
Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta KP Dany Nur Adiningrat mengatakan bahwa ini adalah hajad dalem malam selikuran. Ini atas dawuh Sinuhun PB XIII.
"Seperti tahun-tahun sebelumnya ketika bulan ramadhan, ini kebetulan tahun je 1958, kita mengadakan upacara malam selikuran," terangnya, Kamis (20/3/2025).
Dany menjelaskan malam selikuran ini memperingati bahwa sudah memasuki malam ke-21, jadi sudah masuk malam ganjil dan masuk malam lailatul qadar.
"Jadi rangkaian upacara ini dari keraton ke kebon raja Sriwedari. Jadi ini sudah masuk malam ganjil," kata dia.
Dany mengatakan untuk iring-iringannya itu utusan dalem membawa tumpeng sewu. Tumpeng sewu sendiri maknanya malam seribu bulan, untuk lampung ting itu cahaya malam seribu bulan.
Baca Juga: Sejarah Panjang Bubur Samin, Takjil Legendaris Ramadan di Solo
"Jadi ini upacara keagamaan yang dibalut budaya untuk mengingatkan di malam-malam ganjil lah, insya allah turun malam lailatul qadar," ungkapnya.
Menurutnya kirab malam selikuran ini diikuti oleh ribuan peserta. Usai sampai di Taman Sriwedari rombongan diterimakan oleh Wali Kota Solo Respati Ardi.
"Jadi sinergitas antara pemkot dengan keraton seperti tahun-tahun sebelumnya berjalan dengan baik. Insya allah ada pengajian juga untuk memperingati malam ganjil ini," jelas dia.
Jadi malam ini untuk mengingatkan kepada abdi dalem, para sentono dalem, semua putra putri dalem juga hingga seluruh masyarakat Solo bahwa sudah menginjak malam ke-21.
"Maka ibadahnya diperbanyak, dipertekun, itikaf di masjid-masjid berdoa kepada Allah SWT. Bahwasanya semoga amal ibadah kita diterima dan juga semoga bulan ramadhan ini menginspirasi sebelas bulan yang lainnya," pungkasnya.
Malam Selikuran sebenarnya sudah dimulai sejak kepemimpinan Pakubuwana X menjadi raja Surakarta. Dahulu, setiap malam 21 Ramadan, Sang Raja akan memerintahkan semua penduduk untuk memmbawa lampu ting atau pelita.
Setelah itu, seluruh penduduk setempat akan mengadakan doa di Masjid Agung Surakarta dengan membawa Hajad Dalem Tumpeng Sewu (seribu tumpeng) sebagai simbol malam seribu bulan.
Dahulu, setiap Malam Selikuran, halaman depan Masjid Agung akan dipenuhi masyarakat seperti pasar malam.
Namun, karena Keraton Surakarta sudah memiliki pasar malam sendiri saat Sekaten, maka Pakubuwana X memindahkan Malam Selikuran ke Taman Sriwedari.
Karena itu, hingga saat ini, tradisi tersebut dilakukan di Taman Sriwedari.
Meski begitu, tradisi ini sempat berhenti pada masa Pakubuwana XII bertahta. Namun, saat HR Hartono menjadi Wali Kota Surakarta, tradisi Malam Selikuran kembali dilaksanakan.
Terlepas dari hal itu, konon tradisi Malam Selikuran ini sudah ada sejak zaman Wali Songo, yakni Sing Linuwih Ing Tafakur yang artinya giat mendekatkan diri kepada Allah pada malam-malam terakhir bulan Ramadan.
Hal itu kemudian disesuaikan dengan budaya Jawa hingga muncullah tradisi Malam Selikuran.
Selain itu, tradisi Malam Selikuran ini juga ada kaitannya dengan petuah yang ditulis oleh Pakubuwana IV dalam salah satu karyanya, yakni Serat Wulangreh dalam tembang Dhandhanggula.
Secara harfiah, Serat Wulangreh tersebut berisi pengajaran dan perintah yang ingin mengungkap kedalaman makna Al-Quran.
Kontributor : Ari Welianto
Berita Terkait
-
Warna-warni Lebaran di Berbagai Belahan Dunia, Tradisi Unik yang Patut Diketahui
-
12 Tradisi Lebaran di Indonesia, Eksplorasi Kekayaan Budaya Nusantara
-
Pesan Kebaikan McDonalds Indonesia dalam Safari Dongeng Ramadan
-
Lailatul Qadar Ramadan 1446 H Jatuh pada Malam ke-23, Ini Penjelasannya
-
Ayat Suci Dilantunkan dalam Glorious Blessed Ramadan, Sultan Hotel Jakarta Santuni 150 Anak Yatim
Terpopuler
- Kasus Mega Korupsi Pertamina, Kejagung Diam-diam Telah Periksa SBY
- Harga Lebih Murah dari Xmax, Motor Ini Tawarkan Desain Mirip Harley Davidson
- Siapa Pemilik Clairmont Patisserie? Bukan Orang Sembarangan, Tuntut Ganti Rugi Rp5 M ke Codeblu
- Proyektil Peluru Ditemukan di Tempurung Kepala dan Tenggorokan, Penembak 3 Polisi Orang Terlatih?
- Setelah MinyaKita, Kini Beras Premium Isinya 'Disunat'
Pilihan
-
Lupakan Australia, Fokus Bahrain! Jay Idzes: Ini Kesempatan Emas Tunjukkan Jati Diri
-
Justin Hubner: Saya Akan Berikan Segalanya untuk Indonesia di Jakarta!"
-
Perbandingan Spesifikasi POCO X7 Pro 5G vs POCO F6, Performa Gahar Selalu Andalan
-
4 Rekomendasi HP Murah Mirip iPhone Boba 3, Terbaru Maret 2025 Mulai Rp 1 Jutaan
-
Perbandingan Google Pixel 9a vs iPhone 16e, Bikin Perangkat Apple Kalah Worth It?
Terkini
-
Puluhan Buruh Geruduk Rumah Bos PT Stitex, Ungkap Beragam Tuntutan
-
Gugatan Perdata Owner Wong Solo Group Dinilai Salah Alamat, Ini Kata Kuasa Hukum
-
Warna Sebagai Katalis: Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Setiap Sudut Ruangan
-
Wortel, Kubis, hingga Terong Belanda: Pasar Triwindu Gelar Pasar Sayur Gratis!
-
Keajaiban Malam Selikuran Keraton Kasunanan Surakarta: Jejak Sejarah dan Makna Mendalam