Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Senin, 23 Desember 2024 | 15:19 WIB
Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) menggelar sarasehan bertajuk 'Dialog Kebudayaan Desa Pancasila dan Penanaman Nilai Inklusif Generasi Muda'. [Dok Sosiologi UNS]

SuaraSurakarta.id - Generasi muda sebagai penerus bangsa memiliki peran yang sangat penting dalam melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila.

Sebagai upaya untuk membangkitkan kembali nilai-nilai Pancasila melalui kekayaan budaya lokal, Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) menggelar sarasehan bertajuk 'Dialog Kebudayaan Desa Pancasila dan Penanaman Nilai Inklusif Generasi Muda'.

Kaprodi Sosiologi FISIP UNS Prof Argyo menjelaskan bahwa penting untuk menghargai perbedaan, toleransi, menjaga solidaritas seperti nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

"Kami juga memberikan apresiasi penuh kepada dosen, NGO, pemerintahan, dan seluruh pihak yang menggagas kegiatan sarasehan ini," kata dia dilansir dari laman UNS, Senin (23/12//2024).

Baca Juga: Kolaborasi Inspiratif: Ibu-ibu Acacia Residence dan UNS Ciptakan Batik Karya Sendiri

Staf dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dan alumni Prodi Sosiologi FISIP UNS Santoso juga memberikan pemahaman tentang pentingnya kebudayaan dalam memperkuat nilai Pancasila di kalangan generasi muda.

Menurutnya, nahasiswa memiliki peran penting, karena di masa depan bahwa mahasiswa yang akan melanjutkan estafet terkait kemajuan kebudayaan.

"Terdapat berbagai bentuk kemajuan kebudayaan yang dapat dilakukan. Salah satunya besok yang tercermin di Serut Podomoro Festival yang akan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila di Desa," terang dia.

Diskusi sendiri juga menghadirkan penggiat Serut Podomoro Festival serta perangkat desa Ngringo, yang mengangkat tema festival 'Kebudayaan Desa Pancasila dan Penanaman Nilai Inklusif Generasi Muda'.

Dosen Sosiologi UNS Akhmad Ramdhon sebagai pembicara menekankan pentingnya membangun kembali nilai-nilai Pancasila yang kini sering terpinggirkan oleh perubahan zaman, khususnya dampak dari kemajuan teknologi dan informasi.

Baca Juga: Tragis! Hendak Pasang Baliho di Matesih, Pria Asal Ngawi Tewas Tersengat Listrik

Ia menjelaskan bahwa meskipun teknologi membawa banyak kemudahan, terdapat pula dampak negatif yang dapat meruntuhkan kedalaman pemahaman terhadap Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya.

Sarasehan ini dibuka dengan diskursus tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menjaga kerukunan antar golongan.

Termasuk munculnya gerakan terorisme, perpecahan sosial, dan segregasi budaya yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat Indonesia pasca-konflik 2000-an. Hal ini menjadi semakin relevan dengan meningkatnya ketegangan sosial yang mengancam kesatuan bangsa.

Salah satu hal menarik dalam acara ini adalah penekanan pada pentingnya budaya dan tradisi lokal sebagai pilar Pancasila.

Iik Suryani selaku pelaku pelestari budaya dan penggiat Serut Podomoro Festival menyarankan agar kita kembali menggali dan mengangkat tradisi lokal yang sudah ada sejak lama.

Salah satu contoh kegiatan yang diangkat adalah Festival Podomoro. Festival ini mengusung sayur Podomoro yang merupakan makanan khas Solo sebagai simbol dalam membranding Dusun Serut di Desa Ngringo.

Festival ini bukan hanya sekadar acara kuliner, tetapi kegiatan ini juga memuat filosofi mendalam tentang kebersamaan dan gotong-royong, yang merupakan bagian dari nilai-nilai Pancasila.

Berdasarkan pemaparan Bu Iik, festival ini menjadi sarana untuk melestarikan tradisi sekaligus memperkenalkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda, melalui makanan khas yang mengandung filosofi kebersamaan.

"Sayur Podomoro mengajarkan kita tentang pentingnya berbagi, saling mendukung, dan menjaga keharmonisan dalam hidup bersama," ujar Bu Iik.

Dalam sesi diskusi, terdapat antusiasme yang dari para peserta dalam mengikuti kegiatan sarasehan. Hal ini nampak dari banyaknya pertanyaan yang ditujukan kepada narasumber terkait peran generasi Z dalam kegiatan festival Serut Podomoro.

Para peserta sepakat bahwa untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila, hal tersebut harus dimulai dari tingkat yang paling dasar, yaitu masyarakat desa dan komunitas lokal. Pancasila tidak cukup jika hanya dikenalkan di ruang-ruang formal atau sekolah, tetapi harus menyentuh kehidupan nyata masyarakat.

Oleh karena itu, kegiatan seperti Festival Podomoro ini menjadi sangat penting sebagai wadah untuk memperkenalkan dan mengajarkan nilai-nilai Pancasila melalui nilai-nilai tradisi Jawa dalam konteks yang lebih dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.

Sebagai penutupan, Iik menyampaikan pesan yang kuat bahwa Pancasila harus dibangun kembali dari bawah, dengan menghidupkan kembali budaya dan tradisi lokal.

Salah satunya adalah menyelenggarakan berbagai kegiatan berbasis kebudayaan dengan melibatkan generasi muda. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi titik awal bagi upaya yang lebih besar dalam membangkitkan semangat Pancasila yang inklusif dan merayakan keberagaman budaya lokal sebagai dasar persatuan bangsa.

Para peserta berharap bahwa dialog seperti ini akan terus berlangsung, dengan melibatkan lebih banyak elemen masyarakat, sehingga nilai-nilai Pancasila dapat terjaga dan diteruskan kepada generasi mendatang.

Load More