Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Minggu, 21 April 2024 | 10:55 WIB
Memperingati Hari Konsumen Nasional, Pakta Konsumen Nasional (Paknas) terus memperjuangkan hak perlindungan dan partisipatif konsumen pertembakauan. [Suara.com/dok]

Kemudian, sebanyak 70,9% responden menyatakan bahwa hak-hak mereka sebagai konsumen tembakau belum benar-benar terpenuhi dan dilindungi pemerintah.

Begitu juga dengan 76,9% responden yang menjawab bahwa sebagai konsumen tembakau, suara mereka belum pernah diakomodir dalam peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pertembakauan

"Dapat kita lihat bahwa nyata selama ini konsumen ataupun komunitas pertembakauan tidak pernah diinfokan ataupun dilibatkan dalam penyusunan peraturan, termasuk regulasi di daerah seperti Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dan, untuk diketahui, hingga saat ini, ada 300 regulasi pertembakauan, semuanya menunjukkan minimnya pembatasan akses konsumen atas hak partisipasi dalam pembuatan kebijakan," jelas Ary.

Pengamat Hukum dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, DR Ayub Torry Satriyo Kusumo, menyebutkan dalam UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) sebagai dasar hukum perlindungan konsumen secara eksplisit menegaskan bahwa harus terwujud asas keadilan dan kepastian hukum dalam penerapannya.  

Baca Juga: Alokasi Pupuk Petro Ningrat untuk Petani Tembakau

"Artinya, partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen, termasuk konsumen pertembakauan, untuk berperan aktif dalam penyusunan kebijakan di Indonesia, memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Begitu pula dengan asas kepastian hukum yang bertujuan memberikan jaminan dan perlindungan konsumen agar memperoleh keadilan serta perlindungan dari negara," ungkap Ayub.

Ia pun mengingatkan bahwa sesuai amanah UU Perlindungan Konsumen, pemerintah harus dapat mewujudkan kehadirannya secara nyata dengan menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi, serta akses untuk mendapatkan informasi. 

"Ketika konsumen merasakan ada praktik diskriminasi dam penyusunan ataupun implementasi regulasi pertembakauan, memang sudah seharusnya konsumen menuntut haknya untuk didengarkan pendapat maupun keluhannya hingga hak untuk berpartisipasi dapat terwujud," urai Ayub.

Sementara, Edo Johan Pratama, Sekretaris KNPI Kota Surakarta, mengapresiasi komitmen Pakta Konsumen yang terus memperjuangkan hak perlindungan dan hak partisipatif dalam penyusunan peraturan.  

Ia menyebut bahwa di tingkat daerah, penyusunan regulasi, baik oleh legislatif maupun ekseskutif, nyaris tidak pernah membuka ruang bagi komunitas konsumen tembakau. Stigma atau persepsi negatif seakan begitu melekat pada konsumen pertembakauan. Padahal, perkumpulan konsumen seperti KNPI siap untuk berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan peraturan agar terwujud peraturan yang adil dan berimbang bagi konsumen rokok dan tembakau.

Baca Juga: Menengok Upaya Swedia dan Selandia Baru Kurangi Pravalensi Merokok, Tembakau Alternatif Menjadi Solusi?

"Sejak sebelum peraturan itu lahir, konsumen pertembakauan sudah mendapatkan diskriminasi. Nah, maka wajar ketika regulasi itu diimplementasikan, yang muncul justru potensi-potensi pelanggaran konsumen. Dengan kata lain, peraturan tidak bisa diimplementasikan di lapangan dengan baik akibat kondisi, pemahaman yang minim dan fasilitas infrastruktur yang tidak memadai," paparnya.

Load More