SuaraSurakarta.id - Puasa Ramadan memang diwajibkan untuk seluruh umat muslim, akan tetapi terdapat pengecualian terhadap beberapa kondisi.
Di antara beberapa kondisi atau golongan yang tidak diwajibkan puasa atas mereka adalah seorang musafir (orang yang dalam perjalanan jauh).
Lantas, hal tersebut kemudian menimbulkan perdebatan di antara para ulama dan ahli tafsir, ketika mendapati fenomena seorang sopir bus yang bekerja setiap hari dengan perjalanan jauh.
Salah satu ulama yang kerap menjadi rujukan bagi umat muslim terkait pertanyaan tersebut adalah K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih akrab disapa Gus Baha. Dalam kesempatan dakwahnya, ia mengaku sering ditanya oleh sopir bus terkait kewajiban puasa atas dirinya.
"Saya sering ditanya, Gus saya ini supir bis, kan musafir terus, berarti saya boleh ndak puasa terus sepanjang Ramadan?," ujar Gus Baha.
Gus Baha mengatakan bahwa Ahli Fiqih sendiri acap kali dibuat bingung untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan bijak.
"Mau boleh, ya boleh terus supaya orang nggak peduli sama Ramadan. Mau mengatakan wajib puasa, saya (seperti) nggak peduli dengan peringatan Allah yang membolehkan musafir tidak puasa," lanjutnya.
Lebih lanjut, Gus Baha kemudian menjelaskan bahwa mengkaji sebuah ilmu itu tidak bisa setengah-setengah. Menurutnya, memang terdapat pengecualian dari Allah untuk golongan musafir tidak wajib puasa di bulan Ramadan.
"Pertanyaannya, bayarnya kapan? Orang Syawal juga masih nyopir lagi, nanti sampai Ramadan ya (nyopir)," tutur Gus Baha.
Baca Juga: Merokok Saat Puasa Ramadan, Batal atau Tidak? Berikut Ini Penjelasannya
Oleh karena itu, menurut Gus Baha, telah menjadi perdebatan di kalangan Ahli Fiqih, yang dimaksud dengan 'pergi' bagi orang musafir.
"Imam Syafi'i, 'pergi' itu ya dari rumahnya ke tempat yang asing, yang tidak wilayahnya. Menurut Imam Hambali enggak. Pergi itu tidak kerja, jadi orang yang sopir, yang seperti itu namanya tidak 'pergi' tapi kerja," ungkap ulama asal Rembang itu.
Maka, jika mengikuti syariat dari Imam Hambali, sopir bus tetap wajib puasa selama bulan Ramadan lantaran ia bukan tergolong musafir, melainkan orang yang sedang bekerja. Ia melakukan perjalanan setiap hari lantaran ia memang harus bekerja.
"Makanya kalau nguji, musafar itu namanya orang pergi atau orang kerja? Orang kerja, maka menurut pikirannya Imam bin Hambal, seperti itu harus puasa, karena dia adalah pekerja, bukan musafir," pungkas Gus Baha.
Kontributor : Dinnatul Lailiyah
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Fakta Menarik Skuad Timnas Indonesia Jelang Duel Panas Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 27 September 2025, Kesempatan Raih Pemain OVR 109-113
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
Pilihan
-
Tata Cara Menaikkan Bendera Setengah Tiang dan Menurunkan Secara Resmi
-
Harga Emas Hari Ini: UBS dan Galeri 24 Naik, Emas Antam Sudah Tembus Rp 2.322.000
-
Misi Bangkit Dikalahkan Persita, Julio Cesar Siap Bangkit Lawan Bangkok United
-
Gelar Pertemuan Tertutup, Ustaz Abu Bakar Baasyir Ungkap Pesan ke Jokowi
-
Momen Langka! Jokowi Cium Tangan Abu Bakar Ba'asyir di Kediamannya di Solo
Terkini
-
Diduga Korupsi Proyek Drainase Kawasan Stadion Manahan, Eks Pejabat PUPR Tersangka
-
Nasihat Spiritual dari Abu Bakar Ba'asyir kepada Jokowi, Ini yang Dibicarakan
-
Gelar Pertemuan Tertutup, Ustaz Abu Bakar Baasyir Ungkap Pesan ke Jokowi
-
Momen Langka! Jokowi Cium Tangan Abu Bakar Ba'asyir di Kediamannya di Solo
-
Bukan Sekadar Cat! Mengungkap Kisah INDACO Menjadi 'Green Factory'