Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Sabtu, 20 Januari 2024 | 19:40 WIB
Caleg DPRD Solo dari PKS, Slamet Widodo. (Suara.com/Ari Welianto)

SuaraSurakarta.id - Slamet Widodo (44) merupakan salah satu calon legislatif atau caleg DPRD Solo dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 

Dia seorang penyandang disabilitas tuna daksa sejak usia 2 tahun. Di mana tungkaknya layuh dan mengalami skoliosis, sedangkan kondisi tulang punggung bengkok.

Untuk aktivitas sehari-hari, Slamet memakai kursi roda. Sedangkan untuk bepergian memakai sepeda motor yang dimodifikasi agar bisa naik motor dengan tetap pakai kursi roda.

Sehari-hari, warga Kelurahan Pucangsawit Kecamatan Jebres ini berjualan sabun cair secara keliling. Tidak hanya itu, ia juga sebagai guru ngaji sehari-hari di sekitar rumahnya

Baca Juga: Diduga Lakukan Pencemaran Nama Baik, PDIP Solo Laporkan Anggota DPRD Margono ke Polisi

Ia pun harus menyisihkan uang sebesar Rp 10.000 per hari dari hasil penjualan sabun. Uang tersebut dipakai untuk kampanye dalam pengadaan alat peraga kampanye (APK).

Slamet mengatakan menjadi caleg itu terkait dengan modal itu antara berani dan tidak berani. Ia pun punya strategi untuk pembiayaan kampanye.

"Terkait pengadaan APK, saya menyisihkan sebagian dari keuntungan berjualan sabun cair keliling. Saya setiap hari menyisihkan Rp 10.000 untuk membuat APK," terang dia saat ditemui dikediamannya, Sabtu (20/1/2024).

Slamet mengakui mengakui omzet atau keuntungan dari hasil penjualan itu Rp 200 ribu per hari. Kalau untuk pembuatan MMT, spanduk atau kegiatan yang mengumpulkan masa itu ada subsidi dari partai dan sponsor dari orang-orang yang peduli dengan pencalegannya.

"Omzet rata-rata per hari itu Rp 200 ribu, setiap hari menyisakan Rp 10.000. Modal buat stiker itu rata-rata Rp 150 ribu, jadi kalau sudah terkumpul Rp 150 ribu itu saya baru mencetak stiker," kata bapak dua anak ini.

Baca Juga: Panen Prestasi, NPC Indonesia Nilai 2023 Sebagai Tahun Emas Atlet Disabilitas

"Jadi harus sabar. Setelah jadi terus saya sebarkan dan bagi-bagikan sambil silahturahim," lanjut alumni UNS Solo ini.

Uang untuk modal kampanye itu, ia sudah siapkan sejak satu tahun lalu. Selama masa kampanye selama dua bulan ini, ia pun harus berhenti sementara. 

"Dua bulan ini berhenti jualan dan produksi sabun dulu untuk fokus sosialisasi kampanye. Untuk persiapan modal dan produksi sabun sudah tak siapkan satu tahun," ungkapnya.

10 Tahun Berdagang

Caleg DPRD Solo dari PKS, Slamet Widodo. (Suara.com/Ari Welianto)

Ia berjualan sabun cair keliling itu sudah sekitar 10 tahunan. Untuk produksi sabun itu tidak di sini (rumah) tapi di daerah Gawok Sukoharjo.

"Ini saya jual secara online dan offline, area penjualan di Soloraya. Satu sabun itu harganya Rp 4.000, satu hari bisa menjual tiga dus, satu dus itu isinya 24 biji," sambungnya.

Slamet maju sebagai caleg bukan tanpa alasan dan sudah punya keinginan sejak aktif sebagai aktivis disabilitas tahun 2024. Sebagai aktivis disabilitas, ia ingin adanya perubahan dan ingin menunjukan eksistensi seorang disabilitas. 

"Perjuangan utama saya adalah memperjuangkan Kota Solo lebih inklusi lagi. Memang Solo sudah mencanangkan sebagai kota inklusi tapi sebagai seorang disabilitas menurutnya belum, karena pembangunan infrastruktur kurang implementatif bagi disabilitas mulai transportasi, gedung hingga pelayanan belum optimal," papar dia. 

"Makanya saya harus masuk ke dalam pembuatan kebijakan. Harapannya masuknya saya di parlemen bisa mewarnai yang pas buat kebutuhan dan kepentingan bagi teman-teman disabilitas, selama ini Perda yang membuat itu bukan dari disabilitas," jelasnya.

Ia sempat mendapat tawaran dari berbagai partai untuk maju sebagai caleg. Namun ditolaknya dan tidak tertarik, karena sudah aktif masuk di PKS.

"Sebenarnya dari partai lain menawarkan ada, tapi saya tidak tertarik. Lalu pada Pemilu 2024 dapat tawaran dari PKS untuk maju sebagai caleg," imbuh dia.

Slamet menceritakan lahir normal dan sehat. Tapi di usia 2 tahun kena virus polio dan membuatnya lumpuh sampai sekarang.

"Disabilitas saya pada usia 2 tahun ke virus polio dan lumpuh. Meski lahir dari keluarga ekonomi kebawah tapi empat bersaudara itu jadi sarjana semua, orang tua saya buta huruf," ceritanya.

Kontributor : Ari Welianto

Load More