SuaraSurakarta.id - Keberadaan makam tua di area pusat perbelanjaan Beteng Trade Center atau BTC Solo, tak banyak diketahui.
Sebab, letaknya memang tersembunyi. Bangunan makam itu terpisah dari bangunan utama meski masih berada dalam satu kompleks. Kuburan tua tersebut adalah makam Raden Pabelan.
Pada bangunan tersebut terdapat beberapa anak tangga dan sebuah pintu yang digembok rapat. Di atas pintu tersebut tertulis R Pabelan. Selain itu, terdapat beberapa keterangan yang tertulis di tembok kuburan tua tersebut.
Prasasti itu menjelaskan bahwa bangunan tersebut pernah mengalami pemugaran pada tahun 1981 oleh RAB Tien yang merupakan sesepuh.
Tak lama kemudian, dituliskan dalam prasasti yang berbeda, bangunan itu juga mendapatkan pemugaran ulang oleh Kunto Harjono, Direktur Pondok Solo Permai pada tahun 1992.
Sementara itu, prasasti yang lain mengatakan bahwa makam R Pabelan itu ditetapkan sebagai cagar budaya yang dilindungi oleh Pemkot Solo pada 2014 silam. Meski mengalami beberapa kali pemugaran, akan tetapi pusara Raden Pabelan itu tidak pernah dipindahkan.
Sebelum dibangun pusat perbelanjaan yang dulunya dikenal sebagai Beteng Matahari, wilayah tersebut adalah asrama polisi. Lantas siapa sebenarnya Raden Pabelan yang hingga kini masih kerap kali diziarahi oleh warga tersebut?
Kisah Hidup Raden Pabelan
Raden Pabelan hidup pada masa Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir. Raden Pabelan sendiri merupakan putra dari Tumenggung Mayang, yakni orang kepercayaan Sultan Hadiwijaya. Semasa hidupnya, ia dikenal sebagai laki-laki hidung belang.
Baca Juga: Profil Letjen Maruli Simanjuntak, Jebolan Solo yang Bakal Dilantik Sebagai KSAD
Di akhir hidupnya, Raden Pabelan menyukai putri Sultan Hadiwijaya, yakni Sekar Kedhaton. Mereka kemudian melakukan hubungan terlarang. Kabar tersebut sampai di telinga Sultan Hadiwijaya. Ketika mengetahui hal itu, Pabelan pun dihukum mati.
Bahkan, jasadnya tidak dikuburkan, melainkan dibuang ke sungai. Jasad R Pabelan yang hanyut di sungai itu pun ditemukan oleh Ki Gedhe Sala, salah satu tokoh yang menjadi tonggak sejarah Kota Solo.
Karena menemukan jasad Raden Pabelan itu, Ki Gedhe Sala pun dikenal sebagai Kiai Bathang, yang berarti mayat atau bangkai. Menurut catatan sejarah, Ki Gedhe Sala menemukan mayat Raden Pabelan itu di kawasan Sangkrah.
Semula, Ki Gedhe Sala berupaya agar mayat tersebut hanyut terbawa sungai. Namun, usaha tersebut sia-sia karena mayat itu kembali ke tempat awal. Hal itu dilakukan hingga berkali-kali. Ki Gedhe Sala kemudian mendapatkan petunjuk agar mayat itu dikuburkan di wilayah tersebut, yang saat ini menjadi pusat perbelanjaan BTC.
Di sisi lain, Sekar Kedhaton yang kehilangan kekasihnya pun memutuskan untuk bunuh diri dan melompat ke dalam sumur. Sumur tersebut hingga saat ini menjadi kawasan makam yang berada di kawasan Pajang, Solo.
Kontributor : Dinnatul Lailiyah
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Tim Sparta Samapta Polresta Solo Amankan Pelaku Pengrusakan Rumah Warga di Pajang
-
10 Wisata Gratis di Solo yang Buka 24 Jam, Seru Buat Liburan Hemat
-
Roy Suryo Akui Bakal Road Show Buku 'Jokowi's White Paper' di 100 Kota di Indonesia
-
Sambangi Solo, Roy Suryo dan Dokter Tifa Kompak: Ijazah Jokowi 99,9 Persen Palsu!
-
Iriana Jokowi Ulang Tahun, Anies Baswedan hingga Erick Thohir Kirim Karangan Bunga