SuaraSurakarta.id - Solo, Jawa Tengah, memiliki kampung Eropa yang pernah menjadi kawasan termewah di zaman penjajahan Belanda. Namanya adalah Loji Wetan. Kampung tersebut berada di sebelah timur Benteng Vastenburg Solo.
Selain karena rumah-rumah gedong yang berderet, wilayah tersebut juga dijuluki Kampung Mewah karena sejak dulu telah dialiri listrik dan air bersih. Namun, kampung tersebut kini masih diperjuangkan agar dapat menjadi cagar budaya.
Para wisatawan yang berkunjung ke Loji Wetan biasanya akan berkumpul di wilayah Benteng Vastenburg dan berjalan ke arah Gedung Djoeang 45. Gedung tersebut dulunya merupakan asrama anak-anak orang Eropa dan barak tentara.
Dari titik tersebut, para pengunjung harus berjalan sepanjang 500 meter untuk sampai di Loji Wetan. Di kawasan tersebut, tampak bangunan-bangunan mewah masa penjajahan Belanda yang saat ini hampir semuanya telah berpindah tangan.
Baca Juga: Cerita Geger Pecinan, Peristiwa Sejarah yang Membentuk Kota Solo
Sejarah Kampung Loji Wetan
Sesuai dengan letaknya yang berada di sebelah timur Benteng Vastenburg, maka kampung tersebut mendapat tambahan nama menjadi ‘Wetan’ yang berarti timur. Sementara itu, Loji sendiri sebenarnya dari bahasa Belanda yang berarti tempat tinggal dan pusat perdagangan.
Awalnya, orang-orang Eropa tinggal di dalam Benteng Vastenburg, akan tetapi mereka kemudian mendirikan pemukiman di luar benteng setelah perang Diponegoro. Meski tidak diketahui secara pasti tepatnya mereka berpindah ke Loji Wetan, akan tetapi terdapat sebuah catatan pada peta pada tahun 1821.
Pada gambar peta tersebut terlihat jelas adanya pemukiman di sisi timur benteng. Ketika semua wilayah belum mendapatkan fasilitas untuk akses air bersih hingga listrik, kampung tersebut mendapatkan dua privilese itu. Hal itu membuat kampung tersebut dijuluki sebagai Kampung Mewah.
Di samping itu, berbagai fasilitas penunjang pun dibangun di kawasan tersebut. Misalnya, taman kanak-kanak yang diprakarsai oleh seorang Jerman di negaranya dan diadaptasi oleh orang Belanda. Mereka mendirikan TK di Hindia Belanda meski hanya di kawasan orang-orang Eropa saja.
Baca Juga: Mengintip Pura Mangkunegaran, hingga Tempat Terlarang yang Hanya Boleh Dikunjungi Keluarga Keraton
Pendirian TK tersebut menjadi TK pertama di Solo yang dibangun pada tanggal 1 Oktober 1887 di Koestraat. Bangunan-bangunan yang dijadikan sebagai penunjang tersebut juga memiliki desain unik khas Eropa pada masa itu.
Tak jauh dari tempat tersebut, terdapat sebuah bangunan tanpa atap meski pintunya tertutup rapat. Bangunan tersebut adalah Waterschap Kantoor atau Kantor Dewan Air. Tugasnya adalah mengukur debit air sungai agar tidak meluap dan membanjiri kota.
Seperti diketahui, dulu, Solo acap kali diterjang banjir. Bahkan, pernah terjadi banjir besar pada tahun 1929. Hal tersebut dikarenakan dulunya Solo merupakan bekas tanah rawa-rawa yang letaknya lebih rendah dari daerah di sekitarnya.
Lantaran hal itu, Kantor Dean Air ini pun bekerja sama dengan Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran untuk mendirikan Pintu Air Demangan di Sangkrah pada 1915. Bangunan-bangunan tersebut pun akhirnya terbengkalai meski sempat terlihat dua lantai pada tahun 2016 lalu.
Tak hanya itu, di kawasan ini juga terdapat bangunan bekas klinik kesehatan umum. Baik dokter maupun perawat yang bekerja di klinik tersebut adalah orang Belanda. Mereka pernah menangani wabah yang menjangkit warga Solo termasuk orang-orang Eropa, yakni wabah pes pada tahun 1915.
Tak jauh dari tempat tersebut, tampak sebuah bangunan dengan besi abu-abu dengan tembok yang sudah sebagian besar menghitam seperti bekas kebakaran. Tempat yang memiliki ventilasi dan jendela lebar di bagian atas itu merupakan tempat hiburan orang-orang Eropa, berupa bioskop yang disebut Alhambra Theatre.
Kini, sebagian besar bangunan-banguan mewah Eropa pada masanya itu banyak diambil alih pribadi dan menjadi gudang.
Kontributor : Dinnatul Lailiyah
Berita Terkait
-
Rocky Gerung Bongkar Isu Dugaan Korupsi di Solo, Refly Harun : Sudah Rahasia Umum
-
Kapolri Tinjau Taman Safari Solo, Pastikan Keamanan Libur Natal dan Tahun Baru
-
Wamendagri Bima Arya Apresiasi Layanan Mobil Keliling Dukcapil di Solo
-
'Menyala' dari Dulu, Ini Gaya Selvi Ananda Dampingi Gibran di Pelantikan Wali Kota Solo dan Wapres
-
Pesan Gibran Ke ASN Di Acara Pisah Sambut: Saya Titip Solo, Ritme Kerja Jangan Loyo
Terpopuler
- Ragnar Oratmangoen: Saya Mau Keluar dari...
- Rusuh Lagi! Indonesia Siap-siap Sanksi FIFA, Piala Dunia 2026 Pupus?
- Apa Sanksi Pakai Ijazah Palsu? Razman Arif dan Firdaus Oiwobo Diduga Tak Diakui Universitas Ibnu Chaldun
- Aset Disita gegara Harvey Moeis, Doa Sandra Dewi Terkabul? 'Tuhan Ambil Semua yang Kita Punya...'
- Lolly Kembali Main TikTok, Penampilannya Jadi Sorotan: Aura Kemiskinan Vadel Badjideh Terhempas
Pilihan
-
Dukungan Penuh Pemerintah, IKN Tetap Dibangun dengan Skema Alternatif
-
Perjuangan 83 Petani Kutim: Lahan Bertahun-tahun Dikelola, Kini Diklaim Pihak Lain
-
Persija vs Persib Bandung, Ridwan Kamil Dukung Siapa?
-
Jordi Amat Bongkar Dugaan Kasus Pencurian Umur: Delapan Pemain..
-
Sejarah dan Makna Tradisi Nyekar Makam Sebelum Puasa Ramadan
Terkini
-
Kesatria Bengawan Solo Menang Dramatis, Efri Meldi: Berjuang Sampai Detik Akhir
-
Sejarah dan Makna Tradisi Nyekar Makam Sebelum Puasa Ramadan
-
Kali Pepe Land Bersama SSB Arseto: Cetak Generasi Pesepak Bola Profesional dari Solo
-
Sambut HUT ke-280 Kota Solo, Ini Rekomendasi Brand Lokal di Tokopedia dan ShopTokopedia
-
Soal Festival Kuliner Cap Go Meh, Kapolresta: Solo Kota Toleran