Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 26 Januari 2022 | 13:57 WIB
Sumanto (60) saat berada di bekas Kampung Ngentak RT 14 RW 5 Desa Kranggan Kecamatan Polanharjo, Klaten yang kini rata dengan tanah. [suara.com/ari welianto]

SuaraSurakarta.id - Sumanto (58), warga Dusun Ngentak RT 14 RW 5, Desa Kranggan, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten kini harus tinggal sendirian tanpa tetangga. 

Karena tetangga satu kampung harus pindah setelah terkena proyek tol Solo-Jogja. Hanya rumahnya yang tidak terkena proyek tol.

Ada 18 kepala keluarga (KK) dengan sekitar 15 bangunan rumah yang ada dalam satu kampung tersebut. 

Mereka pun harus berpisah dan pindah ke berbagai daerah, baik masih di wilayah Klaten atau di luar Klaten. Seperti Delanggu, Segaran, Juwiring, Sribit atau daerah Gawok.

Baca Juga: Pembagian Pasaran dalam Pasar Tradisional Jawa

Sumanto sendiri merasa tidak percaya setelah para tetangganya pindah dan harus hidup sendiri.

"Satu kampung itu ada 18 KK, sekitar ratusan jiwa. Semuanya kena proyek tol, kecuali saya," ujar Sumanto, saat ditemui, Rabu (26/1/2022).

Dulu saat mau pindah, warga pada pamitan. Dikumpulkan jadi satu dan diundang.

"Tidak sedih, tapi sempat tidak percaya," terang dia.

Menurutnya, bangunan rumah memang tidak kena proyek tol, hanya lahan seluas 980 meter persegi. Ganti untung yang diterima sebesar Rp 625 juta. 

Baca Juga: Menengok Ritual Ganti Jeneng Bayi di Klaten

"Saya yang kena hanya lahan seluas 980 meter persegi. Dapat ganti untung Rp 625 juta, itu buat beli sawah seharga Rp 300 juta dan sisanya buat rehab rumah," katanya. 

Sekarang Kampung Ngentak sudah rata dengan tanah, tidak ada bangunan yang tersisa. 

Ia pun merasa kesepian, karena biasanya ramai dan sering kumpul serta ngobrol dengan warga. Kalau kumpul biasanya di depan rumah, karena kebetulan rumahnya juga warung soto.

Tapi sekarang tidak bisa lagi kumpul-kumpul dengan warga. Karena sudah tidak ada warga lagi, ada paling warga kampung sebelah.

"Kalau malam biasanya ramai, sekarang sepi tinggal saya sendiri. Mau tidak mau harus menerima," sambung seorang petani ini. 

Sumanto bersama istri bernama Yomani dan dua anaknya sudah tinggal disini sejak tahun 2013 lalu.

Sebelum di Kampung Ngentak tinggal di Delanggu dan berjualan disana, tapi terkena gusur proyek pelebaran jalan.

"Dulu saya di Delanggu, tapi kena gusur proyek pelebaran jalan. Terus pindah kesini," kisahnya.

Sebenarnya, lanjut dia, proyek jalan tol ini sudah ada sejak zaman Presiden Suharto. Tapi dulu lokasi yang terkena bukan di kampungnya tapi beda kampung.

Namun saat Presiden Suharto lengser rencana jalan tol berhenti lama, rencana mau diteruskan sama putri Suharto, Siti Hardijanti Hastuti Indra Rukmana (Mbak Tutut) tapi juga tidak jalan.

Kemudian dilanjutkan sama Presiden Joko Widodo (Jokowi), tapi lokasi yang terkena bergeser. Bukan di kampung sebelah tapi Kampung Ngentak.

"Awalnya yang kena itu di Desa Siman, itu pas zaman Pak Harto. Tapi sekarang malah Kampung Ngentak yang kena," imbuhnya.

Warga sebenarnya belum pada, karena awalnya di desa sebelah yang kena. Kemudian ada sosialisasi dari kelurahan untuk berkumpul, kalau ada jalan tol yang lewat di Desa Kranggan.

Selanjutnya dari kecamatan, kabupaten, BPN, pada datang memberi saran kepada warga.

"Semua warga setuju dan minta secepatnya diproses. Prosesnya itu tidak sampai satu tahun, warga mulai tahu itu tahun 2020 tapi sosialisasi mulai 2021 kemarin," tandasnya.

Kontributor : Ari Welianto

Load More