- Latihan Bedhaya Ketawang digelar 9 Desember 2025 di Keraton Surakarta saat masa berkabung Sinuhun Pakuwono XIII.
- GKR Penembahan Timur menyayangkan latihan tersebut karena melanggar paugeran masa berkabung yang berlaku.
- Pelaksanaan latihan memicu ketegangan internal serta kurangnya koordinasi antar pihak terkait di Keraton Surakarta.
SuaraSurakarta.id - Pada 9 Desember 2025, Keraton Kasunanan Surakarta menggelar latihan Bedhaya Ketawang di Sasana Swoko. Latihan ini mendapat perhatian khusus karena dilaksanakan bertepatan dengan masa bergabung 40 hari wafatnya Sinuhun Pakuwono XIII.
Kegiatan ini memicu perdebatan internal di Keraton Surakarta, terutama terkait dengan pelaksanaan budaya yang seharusnya dihormati pada masa berkabung.
Berikut adalah 5 fakta menarik dibalik latihan Bedhaya Ketawang di masa berkabung ini.
1. Pelaksanaan Latihan yang Menuai Sorotan
Baca Juga:Momen Langka! Hangatnya Sapaan Purboyo ke Hangabehi Usai Salat Jumat di Masjid Agung
Latihan Bedhaya Ketawang yang diadakan di tengah masa berkabung 40 hari wafatnya Sinuhun Pakuwono XIII langsung menjadi pusat perhatian.
Tarian Bedhaya Ketawang adalah salah satu tarian sakral yang memiliki makna mendalam dalam tradisi Keraton Surakarta.
Karena dilaksanakan pada masa bergabung, yang dianggap sebagai waktu penghormatan, latihan ini menuai kritik dari berbagai pihak yang merasa bahwa pelaksanaan budaya pada periode tersebut kurang sesuai dengan norma yang ada di Keraton Surakarta.
2. GKR Penembahan Timur Menyayangkan Pelaksanaan Latihan
Panghageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta, GKR Penembahan Timur Rumba Kusuma Dewaani, menyatakan keprihatinannya atas terselenggaranya latihan tersebut.
Baca Juga:4 Link Saldo DANA Kaget Spesial Jumat Berkah untuk Warga Solo: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
Ia menegaskan bahwa latihan ini bukanlah perintah dari Sinuhun Pakuwono XIV Purboyo. GKR Timur mengungkapkan bahwa meski ia menyayangkan pelaksanaan latihan Bedhaya Ketawang pada waktu yang sensitif ini, ia memilih untuk tidak menghentikan kegiatan tersebut dengan alasan mempertimbangkan kondisi internal Keraton yang ada.
3. Paugeran Masa Bergabung Tetap Harus Dihormati
GKR Timur menegaskan bahwa dalam kondisi tertentu, pelaksanaan budaya ketawang atau tradisi lainnya memang bisa disesuaikan. Namun, menurutnya, paugeran yang mengatur masa berkabung setelah wafatnya Sinuhun Pakuwono XIII harus tetap dihormati.
Masa bergabung dianggap sebagai waktu yang penuh makna dan kesedihan bagi keluarga Keraton dan masyarakat Surakarta. Oleh karena itu, kegiatan budaya yang berhubungan dengan tarian dan gamelan seharusnya dilaksanakan dengan sangat hati-hati.
4. Ketegangan Internal Keraton Surakarta
Keputusan untuk tetap melanjutkan latihan Bedhaya Ketawang meskipun ada ketidaksepahaman menunjukkan adanya ketegangan dalam internal Keraton Surakarta.