Hastjarjo menjelaskan kalau pengibaran bendera one piece dituding sebagai makar itu kebangetan. Karena kalau makar itu sesuatu yang sangat serius, ingin memberontak atau mengganti negara dan sebagainya.
"Inikan nggak sampai ke situ. Jadi kalau itu disebut makar kebangetan dan kebablasan lah, makar itu sesuatu yang sangat serius," sambung dia.
Menurutnya ini salah satu bentuk ekspresi berpendapat dan ini dijamin oleh UUD 1945 pasal 28. Hanya saja memang ada catatan, maksudnya khusus untuk simbol-simbol negara itu ada aturan mainnya.
"Jadi mungkin itu tidak ada maksud makar atau apa, hanya nggak tahu aturannya saja. Misalnya dibawah bendera tidak ada simbol yang lain atau sebagainya," ujarnya.
Baca Juga:Jelang HUT RI ke-80, Satlantas Polresta Solo Bagikan Bendera Merah Putih ke Pengendara di Jalan
Harusnya pemerintah itu mengedukasi kepada masyarakat, karena banyak yang tidak tahu kalau soal simbol negara ada aturan main yang itu harus ditaati.
"Tidak bisa kemudian serta merta langsung sekedar melarang tanpa mengedukasi. Menurut saya langkah pertama mesti mengedukasi atau sosialisasi dulu, karena tidak semua orang tahu sehingga jangan terlalu cepat menuduh itu makar," jelas dia.
"Tidak ada niat mengganti lambang negara, nggak ada niat mengganti pemerintahan kok," lanjutnya.
Hastjarjo menilai edukasi tidak hanya kepada masyarakat tapi pemerintah daerah. Sehingga jelas regulasinya seperti apa, tidak asal tuduh, tidak asal ditafsirkan macam-macam.
"Terlalu over acting menurut saya sampai ada penurunan dan penghapusan. Ketika tindak langsung dilarang tanpa ada edukasi malah membuat orang jadi merasa dituduh," tandas dia.
Baca Juga:Ini Alasan Warga Pembuat Mural One Piece di Semanggi, Suka Menggambar dan Diminta Buat
Kontributor : Ari Welianto