SuaraSurakarta.id - Pihak SMAN 6 Solo hadir dalam sidang perdana soal gugatan dugaan ijazah palsu milik Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Pengadilan Negeri (PN) Solo, Kamis (24/4/2025).
Kehadiran dalam sidang perdana ini, karena salah satu pihak yang digugat oleh penggugat soal ijazah palsu Jokowi.
Dalam kasus ini, pihak SMAN 6 Solo sudah berkoordinasi dengan tim penasehat dari biro hukum Pemprov Jawa Tengah.
"Kami sudah koordinasi dengan tim penasehat dari biro hukum Pemprov Jateng yang juga hadir hari ini, juga dinas pendidikan provinsi hadir," ujar Kepala SMAN 6 Solo Munarso, Jumat (25/4/2025).
Baca Juga:Penggugat Minta Jokowi Hadiri Sidang Gugatan Ijazah Palsu, Ini Penyebabnya
Munarso menegaskan siap dengan berbagai data untuk mendukung keberadaan ijazahnya Jokowi beserta SMAN 6 Solo.
"Data siap kami sampaikan semua. Namun bukti fisik dilain waktu bisa kami bawa kalau diminta oleh pengadilan," ungkap dia.
Pada kesempatan tersebut, Munarso juga menyampaikan sejarah berdirinya SMAN 6 Solo. Awalnya itu bernama Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan (SMPP) nomor 40 Surakarta yang berdiri tahun 1975.
"Sebenarnya sama, karena setelah ada SMA 5 kemudian tahun 1975 itu ada inisiatif dari kepala SMA 5 untuk mendirikan SMA yang baru. Karena baru kan tidak langsung menjadi sebuah nama sekolah tapi masyarakat sudah menganggap ini kelanjutan dari SMA 5 berati SMAN 6," paparnya.
Menurutnya hanya secara formal belum ada. Sehingga tahun 1975 itu sudah ada surat pendirian namanya SMPP.
Baca Juga:Penggugat Ijazah Palsu Jokowi Tunjuk Guru Besar UNS Jadi Mediator
"Kemudian tahun 1979 keluar surat dari Kanwil Pendidikan Jateng yang menyatakan perubahan nama dari SMPP menjadi menjadi SMAN VI (6), itu barengan dengan SMA Rembang dan Wonosobo," jelas dia.
Munarso mengatakan Jokowi itu masuk tahun 1977 dan lulus tahun 1980. Berati pada saat beliau lulus sudah bernama SMAN 6 Solo.
"Karena baru transisi, mungkin masih dikenal juga nama SMPP (SMAN 6)," terangnya.
Sementara Guru Besar Universitas Sebelah Maret (UNS) Solo, Prof Dr Adi Sulistiyono SH.MA ditunjuk sebagai mediator dalam kasus gugatan ijazah milik Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Prof Adi mengaku dihubungi langsung oleh penggugat Muhammad Taufiq dan salah satu tergugat kuasa hukum Jokowi, YB Irpan, Kamis (24/4/2025).
"Dua-duanya menghubungi saya, saya bersedia atau tidak. Ketika saya sudah bersedia lalu diajukan ke hakim untuk ditetapkan sebagai mediatornya, yang pertama menghubungi itu Mas Taufiq, lalu Mas YB Irpan," ujarnya saat ditemui, Jumat (25/4/2025).
Menurutnya dari Pengadilan Negeri (PN) Solo juga sudah melayangkan surat untuk berkas administrasi. Mereka cukup cepat, begitu penetapan pengadilan kemudian mereka langsung mengirim ke dirinya.
"Mungkin dalam waktu sebelum sidang mediasi pekan depan, saya minta tempatnya di sana (PN) biar kelihatan resmi. Sehari sebelum sidang saya akan koordinasi dengan pengadilan dulu," ungkapnya.
Prof Adi mengatakan kasus ijazah palsu merupakan kasus yang pertama akan ditanganinya.
Biasanya itu menangani kasus-kasus seperti sengketa perbankan asuransi dengan nasabah, jasa keuangan hingga mall praktek.
"Kalau mediator baru pertama kali untuk kasus ijazah palsu," kata dia.
Ketika ditanya alasan bersedia mau jadi mediator kasus gugatan ijazah, Prof Adi menyebut karena memang profesinya sebagai mediator.
"Karena memang saya profesinya mediator. Sudah sejak lama saya memang menyelesaikan sengketa melalui jalur mediasi. Cuma kalau mediasi, kita kan tidak bisa publish, umumkan sehingga silent," ungkapnya.
"Untuk mediasi (ijazah palsu) besok itu juga tertutup," lanjutnya.
Prof Adi mengaku tidak ada persiapan khusus menjadi mediator kasus ijazah palsu. Karena sebagai mediator itu soal terbang, apalagi sudah sejak 2006 sebagai mediator.
"Kalau persiapan, mediator itu jam terbang. Saya sudah sejak 2006 sebagai mediator dalam berbagai kasus," sambung dia.
Kontributor : Ari Welianto