SuaraSurakarta.id - Pengusaha asal Solo, Andri Cahyadi mendesak penangguhan penahanan hingga dibebaskan dari segala tuduhan dalam kasus dugaan bisnis batubara 'bodong'.
Andri selaku Direktur PT Eksploitasi Energi Indonesia TBK bersama Hendri Setiadi, Direktur Energi Guna Laksana (EGL), Kusno Hardjianto, pemegang saham PT EEI, serta Didi Agus Hartanto yang merupakan satu keluarga ini sempat dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 378 dan Pasal 374 KUHP serta Pasal 55 tentang penipuan dan penggelapan.
Namun, tim penasehat hukum menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak lengkap dan cermat.
"Peristiwa yang terjadi ini kan hukum keperdataan antar perusahaan, bukan merupakan perbuatan pidana. Sehingga, Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar melepaskan klien kami dari segala tuntutan hukum (Ontslag Van Rechtsvervolging)," kata penasehat hukum terdakwa, Deri Novandono dilansir dari Timlo.net--jaringan Suara.com, Jumat (13/10/2023).
Baca Juga:Ryszard Bleszynski Gugat Tamara Bleszynski Rp34 Miliar, Awalnya Dari Sini
Penasehat hukum dari kantor Equitable Law Firm ini mengatakan, kasus yang menjerat kliennya ini bermula dari adanya hubungan keperdataan antar dua perusahaan dalam hal ini PT Energi Guna Laksana (PT EGL) dan PT Berkah Anugerah Rizky Abadi Cool (PT Baracool). Keduanya, terikat perjanjian hutang piutang yang ditandatangani pada tanggal 14 Juni 2013 silam.
"Dalam perjanjian hutang piutang tersebut disepakati bahwa PT Baracool akan memberikan pinjaman kepada PT EGL sebesar 7,200,000 USD atau sekitar Rp 111 miliar, namun dalam pelaksanaannya pemberian pinjaman tersebut tidak pernah terealisasi karena PT Baracool tidak memiliki uang sebesar itu. Sehingga pemberian pinjaman pun tidak pernah terjadi, yang mana dalam hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya bukti transfer yang dilakukan oleh PT Baracool kepada PT EGL," jelas Deri.
Disisi lain, terkait dengan penyerahan uang sebesar Rp 49 miliar oleh PT Baracool kepada PT MGL, kata Deri, hal itu bukan dalam rangka pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Hutang Piutang tanggal 14 Juni 2013.
Namun, sebagai uang muka alias Down Payment Fee yang diberikan oleh PT Baracool kepada PT MGL atas diijinkannya untuk melakukan penambangan di wilayah penambangan, salah satu perusahaan milik PT MGL.
"Bahwa sehubungan dengan permasalahan tanggal 14 Juni 2013 tersebut, telah diajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Banjarmasin dan teregister dengan No. 58/Pdt.G/2019/PN.Bjm tanggal 17 Juli 2019. Yang mana, atas gugatan perdata Perjanjian Hutang Piutang tanggal 14 Juni 2013 tersebut telah diputus ditingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi (Banding) dan tingkat Mahkamah Agung melalui Putusan Kasasi No. 3477 K/Pdt/2020 tanggal 21 Desember 2020 dengan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT ENERGI GUNA LAKSANA tersebut;Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin Nomor 16/PDT/2020/PT BJM tanggal 2 April 2020 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 58/Pdt.G/2019/PN Bjm tanggal 16 Januari 2020. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht)," tandasnya.
Baca Juga:Gugat Tamara Bleszynski Rp34 Miliar, Ryszard Bleszynski Akui Berawal dari Sakit Hati
Ditegaskan, peristiwa hukum yang terjadi adalah hubungan hukum keperdataan antar perusahaan. Namun nyatanya peristiwa hukum ini kemudian ditarik dan dikonstruksikan sebagai suatu perbuatan pidana.
"Klien kami ini korban kriminalisasi. Ini jelas-jelas perkara perdata. Kenapa dibawa ke ranah pidana," tegasnya.
Pihaknya juga mengajukan eksepsi atas dakwaan penuntut umum di Pengadilan Negeri Banjarbaru. Menurutnya, Pengadilan Negeri Banjarbaru tidak berwenang mengadili Perkara Nomor 267/Pid.B/2023/PN.Bjb.
Informasi yang dihimpun, empat pengusaha diantaranya Andri Cahyadi selaku Direktur PT Eksploitasi Energi Indonesia TBK, Hendri Setiadi, Direktur Energi Guna Laksana (EGL), Kusno Hardjianto, pemegang saham PT Eksploitasi Energi Indonesia, serta Didi Agus Hartanto menjalani sidang dugaan kasus ‘investasi batubara bodong’ di Pengadilan Negeri Banjarbaru pada akhir Bulan September 2023 lalu.
Dalam dakwaannya, mereka yang merupakan satu keluarga ini dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 378 dan Pasal 374 KUHP serta Pasal 55 tentang penipuan dan penggelapan.