Sejarah Panjang Klenteng Tien Kok Sie Solo: Dibangun 1745, Lewati Berbagai Zaman, Pernah Kebanjiran Tahun 1966

Klenteng Tien Kok Sie yang berada di Jalan RE Martadinata, Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Solo.

Ronald Seger Prabowo
Minggu, 15 Januari 2023 | 17:31 WIB
Sejarah Panjang Klenteng Tien Kok Sie Solo: Dibangun 1745, Lewati Berbagai Zaman, Pernah Kebanjiran Tahun 1966
Klenteng Tien Kok Sie Solo. (Suara.com/Ari Welianto)

Tenggelam Banjir 1966

Pada 15 Maret 1966 di Kota Solo terjadi banjir besar. Klenteng Tien Kok Sie ikut tenggelam. 

Meski tenggelam, tapi Kimsin atau para suci yang diwujudkan (visualisasikan) tidak ada yang hanyut atau hilang. Hanya surat-surat yang semuanya hilang dan itu yang membuat sangat hilang. 

"Kalau ada yang cerita klenteng tidak tenggelam saat banjir besar tahun 1966, itu tidak benar. Siapa yang bisa melawan alam tidak bisa, tugu jam depan Pasar Gede cuma menyisakan beberapa sentimeter saja. Kebetulan rumah saya tidak jauh dari klenteng," sambung dia.

Baca Juga:Kumpulan Kata-Kata Kartu Ucapan Imlek 2023 dan Cara Membuatnya, Gratis!

Masa Orde Baru (Orba)

Pada masa orde baru yang menyedihkan bagi umat konghucu. Namun, meski ada kerusuhan masa itu, klenteng tetap aman.

Dulu pernah ada aturan jika tempat ibadah dan yang dituju adalah agama konghucu. Karena dulu ada persepsi agama konghucu itu 99 persen orang Tionghoa dan tidak boleh melakukan ibadah secara umum di Klenteng.

"Makanya dulu orang konghucu sembahyang dan berdoa di rumah. Waktu itu klenteng diminta untuk ditutup, itu sekitar tahun 1970 an," paparnya.

Waktu itu pengurus klenteng dipanggil dan papan nama dengan tulisan Tionghoa yang ada di atas pintu masuk diminta diturunkan. Lalu klenteng diminta untuk ditutup.

Baca Juga:5 Kegiatan Seru untuk Rayakan Imlek 2023 Bersama Teman dan Keluarga

"Lalu pengurus bilang  'mohon maaf, kita ini mendapat amanah kepercayaan dari para leluhur. Jadi kalau saya diminta menurunkan itu atau menutup klenteng ini, saya tidak berani'. 'Tapi kalau bapak mau menurunkan dan menutup, silahkan'," cerita dia.

Dulu segala kebudayaan dan kesenian juga sangat dibatasi. Pernah klub barongsai mau main di PMS didatangi dan dimaki-maki. 

"Setelah sekarang boleh main lagi, saya kalau melihat barongsai nangis. Dulu kebudayaan dan kesenian dibatasi," terangnya.

Mantri, sapaan akrabnya mengatakan untuk menyiasati saat klenteng diminta ditutup. Maka banyak klenteng-klenteng yang namanya dirubah menjadi vihara, sehingga banyak yang menyebut klenteng sebagai vihara.

"Jadi ada permasalahan mau ditutup, untuk menyiasati itu. Banyak klenteng-klenteng yang namanya dirubah jadi vihara," ucap dia.

Pada peristiwa 1998 dan terjadi kerusuhan. Para pengemudi becak, buruh dan orang-orang sekitar itu menghadang serta menghalau saat mau ada yang masuk ke klenteng.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini